Selasa, 23 Juni 2009

Kenapa Pidato Obama Tidak Mengelabui Kita




Yaser Zaaterah

Dostor Jordania

Jika perbedaan bahasa Obama dan pendahulu Bush yang menentukan penyikapan kita terhadap politik presiden Amerika ini, maka itu sama saja dengan musibah. Sebab pada dasarnya menyikapi politik itu didasarkan kepada tindakan nyata dan bukan kata-kata. Obama memang tidak hanya mengubah bahasa dengan kita (umat Islam) saja, namun ia lakukan itu dengan Negara-negara dunia termasuk Cina, Rusia, Eropa dan Negara-negara Amerika Latin. Namun apakah politik Amerika berubah seluruhnya, dan kita akan melihat Negara besar tanpa “jiwa kekaisaran dan imperialism” atau ada sesuatu di belakang ini? inilah adalah pertanyaan yang paling penting yang harus bijaksana dalam menyikapinya. Apalagi bagi kekuatan-kekuatan perlawanan dan kelompok antipati terhadap Amerika. Sebab kita menemukan orang-orang menjadi tawanan kata-kata Obama dari kalangan umat Islam, tanpa bertanya dalam diri mereka apakah ada perubahan hasil otoritas pribadinya terhadap lembaga pemerintahan dalam negerinya, atau perubahan itu terjadi sebagai hasil kesepakatan lembaga-lembaga lainnya yang melihat kebutuhan untuk mengubah peta politik untuk kepentingan Amerika Serikat? Membaca perubahan strategis hanya melalui perubahan pribadi presiden adalah kurang pertimbangan. Saya percaya bahwa jika John McCain memenangkan pemilihan presiden ia tidak akan mengulangi strategi Bush. Buktinya transfer Jenderal Petraeus ke Afghanistan dilakukan sebelum pemilihan presiden. Sementara Obama tetap mempertahankan menteri pertahanan republic tetap di posisinya semula.

Yang dilakukan Obama hari ini adalah merupakan produk dari konsensus tentang cara untuk mengeluarkan AS dari kubangan diciptakan oleh kebijakan Bush: baik berupa krisis keuangan akibat beban anggaran di Irak, Afghanistan dan Pakistan, disamping tanpa berhenti menyikapi masalah Timur Tengah seperti Irak, Palestina dan Lebanon dengan memihak kepada agenda-agenda Negara Israel. Tentu saja, karena suara dukungan Kongres, baik Demokrat dan Republik penuh mendukung Israel.

Tidak perlu disangkal lagi bahwa Amerika, setelah Bush telah berada dalam posisi sulit dan dilematis. Agar ia kembali bisa mempengaruhi dan mengembalikan kekuatannya di level internasional, harus ada pendekatan baru. Yakni pendekatan berinteraksi dengan Negara-negara besar dengan logika kemitraan, dengan semangat “Big Brother” dan berinteraksi dengan “kasih saying” dengan negara-negara Arab dan Muslim agar Negara-negara itu bisa membantu AS menghentikan pertumbahan darah dan harta di Irak dan Afghanistan. Singkatnya, barang siapa yang meminta orang agar membantunya agar sembuh tidak mungkin dengan logika “tuan dan budak”.

Disini timbul pertanyaan yang sangat penting: Apakah termasuk kepentingan kita bangsa Arab dan Muslim jika Amerika pulih dari krisis-krisisnya dan otoriternya kembali menguasai dunia? Jawabannya adalah tidak. Faktornya, karena kita paling dirugikan oleh otoritarianisme Amerika itu. Seharusnya kepentingan kita adalah bagaimana terjadi kristalisasi pruralitas blok sehingga memungkinkan kita bergerak bebas mewujudkan proyek kita sebagai umat.

Gagasan ini akan lebih terasa urgen jika dipahami bahwa Obama tidak dan tidak akan memberikan kepada kita sebagai bangsa untuk bekerjasama dengannya. AS hanya akan memberikan kebebasan kepada pemerintah resmi untuk menyikapi para kelompok oposisinya (perlawanan) dengan cara yang menyenangkan AS sendir.

Di Palestina, solusi dua Negara seperti yang promosikan Obama harus kita sikapi sebagai konspirasi untuk menghapus Palestina (karena ia nantinya hanya berupa Negara “kantong” yang tidak berdaulat dan pengungsi Palestina tidak kembali).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar