Rabu, 01 April 2009

Ganti Pemerintah, Kebijakan Israel Masih Tak Berubah



Benjamin Netanyahu, ketua Partai Likud kemarin (Selasa 31/3) resmi dilantik sebagai perdana menteri Rezim Zionis Israel setelah mendapat mosi percaya dari parlemen rezim ini (Knesset). Kini setelah menjabat PM Israel, Netanyahu ternyata melanjutkan kebijakan pendahulunya, Ehud Olmert terkait pembangunan distrik Zionis. Kebijakan ini malah berjalan lebih cepat. Sebelumnya Netanyahu menyatakan, pembangunan permukiman Zionis adalah kebijakan pasti Israel. Apalagi setelah Netanyahu menandatangai kesepakatan rahasia dengan Pemimpin Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman maka ia lebih berani untuk menjanjikan pelanjutan kebijakan ini.

Dalam kondisi seperti ini, Wakil Komite Nasional untuk pengungsi Palestina, Umar Assaf mengatakan, rencana perluasan permukiman Zionis adalah kebijakan politik yang disepakati seluruh partai Israel. Tak diragukan lagi pembangunan permukiman Zionis adalah strategi utama Tel Aviv untuk menjajah Palestina. Partai Buruh adalah pencetus ide pembangunan permukiman Zionis di Tepi Barat, Baitul Maqdis timur, Jalur Gaza dan Dataran Tinggi Golan. Selama 40 tahun Israel telah membangun ratusan permukiman Zionis di wilayah Palestina. Selama empat dekade Israel telah membangun 200 distrik Zionis di Tepi Barat. Jumlah tersebut juga tercatat di wilayah Baitul Maqdis timur.

Dengan menerapkan kebijakan tersebut Israel secara tidak langsung melanjutkan penjajahannya terhadap bangsa Palestina. Karena hal ini mengakibatkan warga Palestina akan terusir dengan paksa dari negara mereka. Mengingat hal ini merupakan kebijakan pasti Rezim Zionis, maka di saat Partai Likud berkuasa maka dipastikan mereka juga seperti pemerintahan sebelumny. Ariel Saron, pada tahun 2003 mencetuskan pembangunan tembok pemisah di sepanjang perbatasan Palestina dengan alasan untuk menjaga keamanan warga Zionis dari ancaman warga Palestina.

Kebijakan Israel ini tidak hanya berdampak buruk bagi warga Palestina, namun juga memaksa mereka meninggalkan rumah dan ladang pertaniannya. Warga Palestina ini hidupnya menjadi terlunta-lunta di kamp pengungsian di berbagai negara. Israel tak pernah memperhatikan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) yang melarang pembangunan permukiman Zionis di atas tanah bangsa Palestina. Pernyataan Netanyahu yang bertekad meneruskan kebijakan ilegal kian memperjelas eksistensi penjajahan Rezim Zionis Israel. Mengingat sikap perdana menteri baru Israel ini maka proses perjanjian damai antara Israel dan pejuang Palestina sepertinya sulit diwujudkan dan meletusnya perang baru juga tidak dapat dihindari. Dari sini Konferensi Doha yang baru saja digelar seharusnya mengambil sikap tegas terhadap nasib bangsa Palestina.

Namun bangsa Arab sepertinya masih mempertimbangkan kepentingan mereka jika mendukung penuh terhadap bangsa tertindas Palestina. Seruan berbagai pihak terhadap negara Arab untuk berperan aktif dalam proses rekonstruksi Jalur Gaza sepertinya tidak mendapat tanggapan serius dari negara Arab sendiri. Kini yang masuk justru dari negara Eropa seperti Perancis yang melopori upaya pembukaan Jalur Gaza dan melepaskan wilayah ini dari boikot Israel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar