Kamis, 29 Januari 2009

Hubungan Iran-Amerika di Mata Ahmadinejad

Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad Rabu (28/1) di tengah sambutan hangat rakyat Kermanshah, Iran barat dalam pidatonya menyinggung hubungan Tehran-Washington pada periode kepemimpinan Barack Obama. Terkait terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden yang mengusung slogan perubahan, Ahmadinejad menyampaikan sikapnya dan memprediksi kebijakan luar negeri pemerintah Obama baik mengenai dinamika regional maupun internasional serta kaitannya dengan hubungan antara Iran-AS.
Ahmadinejad
Presiden Iran: Ahmadinejad
Di mata Ahmadinejad, jika perubahan yang dimaksud Presiden Baru AS adalah perubahan ditingkat permukaan dan format belaka, maka titik ini tidak lama lagi akan terbongkar dan slogan utama Obama pun akan memudar. Namun, jika perubahan yang dimaksud presiden ke-44 AS adalah perubahan fundamental dalam kebijakan Gedung Putih, maka Obama sepenuhnya harus meninggalkan kebijakan delapan tahun pemerintahan Bush.

Eskalasi instabilitas di dunia, peningkatan krisis regional, berbagai ancaman serius terhadap perdamaian dunia, eskalasi ketidakpuasan dalam negeri terhadap dalamnya krisis ekonomi adalah warisan pemerintah Bush bagi Barack Obama. Klaim melawan teroris dan pemberantasan produksi dan penyelundupan narkotika yang dijadikan alasan utama pemerintah Bush untuk menginvasi Irak dan Afghanistan bukan hanya tidak tercapai bahkan dua fenomena ini kian meluas.

Jika Presiden Baru AS benar-benar mempercayai slogan perubahan yang di gembar-gemborkannya, maka Obama harus merevisi seluruh kebijakan Bush terutama di Timur Tengah dan pasukan AS harus ditarik ke negaranya. Terkait hubungan mendatang Iran-AS, Ahmadinejad menyatakan, jika AS hendak memperbaiki hubungannya dengan Iran, maka Washington harus meminta maaf kepada rakyat Iran atas seluruh aksinya sejak peristiwa kudeta Agustus 1953 terhadap pemerintah legal yang dipilih rakyat hingga kini. Pada masa pemerintahan Bush, Gedung Putih menuding program nuklir Iran sebagai penghalang utama hubungan dua negara.

Di mata Bush, Jika Iran menghentikan pengayaan uraniumnya, maka Tehran bisa duduk dengan Washington guna merundingkan penyelesaian konflik kedua negara. Sejatinya, tudingan Bush tersebut tidak berdasar dan selama tiga dekade politisi gedung Putih memiliki masalah dengan Republik Islam. Dengan demikian, jika Obama pun mengekor pendahulunya, maka slogan perubahan hanya sekedar lipstik yang menghiasi kampanyenya belaka.

Obama menyebut Iran sebagai prioritas kebijakan politik luar negerinya. Apabila Presiden baru AS ini menghendaki perubahan diplomasi AS terhadap Iran, maka Obama harus meninggalkan kebijakan ganda dan diskriminatifnya dan pada tingkat pertama AS memohon maaf kepada rakyat dan pemerintah Iran atas kezalimannya selama lebih dari setengah abad terakhir. AS pada tahun 1953 hingga kini, terus menjegal kemerdekaan dan kebebasan rakyat Iran. Sebelum kemenangan revolusi Islam Iran, AS menguasai seluruh sektor strategis di Iran. Sedangkan pasca kemenangan revolusi Islam, rakyat dan pemerintah Iran selama tiga dekade menghadapi konspirasi AS. Berdasar hal ini, jika AS ingin memperbaiki hubungannya dengan Iran, maka Gedung Putih harus mengubah kebijakannya terhadap Iran dan perubahan tersebut adalah perubahan fundamental.[im/mt/iribnews]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar