Selasa, 20 Januari 2009

Turuti Permintaan Israel, Mesir Kembali Tutup Rafah bagi Siapapun

Seorang pejabat senior Israel bahwa negaranya dan mesir telah menandatangani perjanjian tertulis untuk membendung penyelundupan senjata ke Jalur Gaza sebelum gencatan senjata Israel.

Pejabat Israel tersebut mengatakan perjanjian itu telah disiapkan dalam pembicaraan antara pejabat senior Kementerian Pertahanan Amos Gilad dan Kepala Intelijen Mesir Omar Suleiman, yang telah bertemu dua kali di Kairo pada saat operasi Israel di Jalur Gaza.

"Israel dan Mesir telah mencapai pengertian tertulis mengenai pengaturan keamanan untuk mencegah penyelundupan senjata di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir dan masuk lebih dalam ke Semenanjung Sinai," pejabat Israel itu mengatakan sebelumnya.

Israel mengatakan bahwa mereka telah menghentikan serangan mematikan 22 harinya terhadap Hamas di Jalur Gaza, Ahad, hanya setelah memperoleh jaminan mengenai penyelundupan senjata dari Mesir dan AS.

Ketika ditanya mengenai keberadaan perjanjian itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Hossam Zaki mengatakan, "Tentu saja tidak."

Meskipun Israel dan AS secara terbuka menandatangani perjanjian mengenai tindakan keras terhadap penyelundupan senjata, Menlu Mesir Ahmed Abul Gheit bersikeras bahwa Kairo tidak diikat oleh perjanjian itu.

Sementara itu, dilaporkan bahwa atas permintaan Israel Mesir kembali menutup gerbang Rafah ditutup bagi siapa saja terutama wartawan lewat Mesir. Padahal hari Minggu kemarin dan Senin pagi, wartawan masih diperbolehkan masuk.

Pihak keamanan Israel seperti dikutip pejabat perss center Mesir di Rafah, Mos’ad menyatakan terlalu banyak wartawan yang masuk ke Rafah-Jalur Gaza.

Hari Minggu ketika gerbang dibuka, 59 wartawan lolos masuk. Hari Senin pagi sebelum larangan turun ada 20 wartawan yg lolos masuk.

Saat ini banyak wartawan yang harus kecewa karena tak bisa masuk meski memiliki surat2 lengkap. Petugas menyarankan agar masuk Jalur Gaza lewat Kerem Salom, di segitiga Mesir, Israel, dan Palestina.

Tetapi masuk lewat gerbang ini lebih sulit, karena Kerem Salom adalah pintu gerbang milik Israel. "Jadi Anda harus mempunyai visa Israel," kata Mos’ad.

"Saya tak mau masuk lewat sana dan tak akan ambil visa Israel," kata Gerrou, seorang perempuan aktivis kemanusiaan dari Perancis yang duduk bergerombol bersama wartawan dari Belanda, Inggris, dan Turki.

"Kami tak tahu apakah akan ada kebijakan baru," kata Mos’ad yang selama ini menjadi penghubung antara wartawan dengan pejabat imigrasi dan keamanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar