Selasa, 20 Januari 2009

Kesadaran Islam di Timur Tengah dan Kekhawatiran Penguasa Arab





Sejak dimulainya perang Gaza, ada pertanyaan menggelitik yang sangat mengganggu opini masyarakat Arab, Islam dan internasional. Apa sebenarnya yang membuat sejumlah kepala-kepala negara Arab seperti kerbau yang dicucuk hidungnya mengikuti segala perbuatan keji yang dilakukan Rezim Zionis Israel. Ada semacam ketakutan terhadap muqawama di Palestina. Media-media Israel malah lebih maju selangkah memberitakan desakan sejumlah kepala-kepala negara Arab untuk melenyapkan para pejuang Palestina yang dipimpin oleh Hamas.


Washington dalam salah satu edisinya malah terheran-heran menyaksikan sikap Mesir yang begitu patuh di hadapan tuannya Israel dan tetap bersikeras menutup jalur penyeberangan Rafah. Presiden Rezim Zionis Israel Simon Peres dalam pernyataannya secara transparan menyebut negara-negara Arab bahkan mendorong Israel melanjutkan tekanan dan serangannya hingga pemerintah sah Hamas hancur total.

Sekilas pernyataan-pernyata an ini sulit dicerna apa lagi diterima.

Namun bila mencermati beberapa hal kita dengan mudah dapat menyimpulkan masalah ini. Sikap bungkam sejumlah negara Arab atas serangan militer Zionis Israel, penentangan atas segera diadakannya sidang istimewa Liga Arab dan sikap keras kepala Mesir untuk tetap menutup jalur penyeberangan Rafah dapat menjadi alasan atas sikap mereka.

Namun kali ini saya lebih suka mengajak pembaca menengok kembali perjalanan sejarah perlawanan rakyat Palestina selama 60 tahun lalu dan peran negara-negara boneka Arab, khususnya di Perang 6 Hari tahun 1967. Dalam perang itu negara-negara Arab kalah secara memalukan dan terhina hingga kini, padahal Rezim Zionis Israel tidak memiliki kekuatan, kemampuan dan peralatan modern seperti saat ini. Bila kita bandingkan kekuatan Israel saat ini dan hasil yang mereka dapatkan dalam Perang 33 Hari Lebanon, ternyata mereka kalah memalukan.

Kemenangan bersejarah Hizbullah Lebanon atas Israel sejatinya menjadi kebanggaan negara-negara Arab yang tidak pernah mampu melakukannya. Lalu mengapa mereka malah membencinya?

Kini tiba saatnya kita menganalisa lebih jauh mengapa negara-negara Arab mengambil sikap seperti yang mereka tampakkan saat ini setelah kalah menghadapi Israel. Dengan menyuguhkan analisa yang lebih detil tentang sikap negara-negara Arab setelah kalahdari Israel, mungkin kita dapat menguak sedikit demi sedikit perilaku negara-negara Arab, sekaligus mendapat jawaban atas segala pertanyaan ini.

Akan lebih tepat kita memulai menganalisa masalah ini dengan menjelaskan secara singkat beberapa poin paling mendasar perubahan sikap negara-negara Arab terkait cita-cita Palestina dan dunia Islam. Rentang waktu yang dianalisa di sini mulai dari setelah kekalahan Perang 6 Hari, kecenderungan untuk berdamai dan berbgai perjanjian tak berguna yang mereka hasilkan mulai dari Kamp David, Oslo, Madrid hingga Annapolis.

1. Negara-negara Arab sekuler mungkin bisa disebut sebagai faktor yang paling penting dan utama kekalahan dan keruntuhan peradaban Islam masa itu. Ditambah dengan kefanatikan mereka etnis mereka menciptakan Pan Arabisme menjadi fokus mereka dan meninggalkan Islam sebagai inti muqawama, solidaritas dan persatuan dunia Islam di hadapan berbagai ancaman dan ketamakan imperialis.

2. Mayoritas para penguasa negara-negara arab sejatinya hanya boneka kekuatan-kekuatan besar. Mereka tidak dipilih secara demokratis dan hanya bersandar pada tuan-tuan penjajahnya.

3. Pergeseran budaya Islam akibat serangan budaya Barat telah berlangsung cukup lama. Jauh dari nilai-nilai agama membuat negara-negara Arab terasing dari melupakan jati dirinya. Hasilnya, mereka menjadi identik dengan keterbelakangan di berbagai bidang baik sains, budaya, sosial dan politik. Namun yang lebih penting dari sisi militer mereka juga lemah dan hanya menjadi konsumen mesin-meisn perang kekuatan-kekuatan imperialis.

4. Kebergantungan negara-negara Arab segala macam produk dan bantuan-bantuan negara-negara Barat yang sejatinya penjajah mereka.

Namun coba kita bandingkan kenyataan di negara-negara Arab ini dengan sebuah kelompok kecil di Lebanon yang dengan fasilitas dan jumlah pasukan terbatas mampu menghadapi satu angkatan bersenjata Rezim Zionis Israel yang disebut-sebut nomor 4 di dunia. Kelompok kecil yang terilhami oleh ide-ide Revolusi Islam Iran. Sebuah revolusi yang bersandar pada prinsip-prinsip Islam dan menekankan berdirinya sebuah pemerintahan berdasarkan agama. Sebuah revolusi yang muncul saat peradaban Islam tengah merengang nyawa dan selalu menjadi bahan hinaan. Sebuah revolusi Islam yang muncul saat dunia Islam hampir ditelan seluruhnya oleh imperialisme modern.

Tentu saja kemunculan Revolusi Islam Iran ditentang mati-matian oleh seluruh dunia yang berada dalam cengkeraman imperialisme modern. Karena mereka hampir saja merasa menjadi pemenang dan penguasa dunia. Bagi mereka kemenangan Revolusi Islam Iran dapat menjadi model bagi kebangkitan dan kesadaran Islam di seluruh dunia, khususnya Timur Tengah. Revolusi Islam berpotensi besar membahayakan kepentingan haram mereka di Timur Tengah.

Saat negara-negara Arab menculik Imam Musa Shadr dan menghapusnya dari kancah politik Lebanon atas pesan kekuatan-kekuatan imperialis meerka menyadari bahaya tersebarnya gelombang kesadaran orang-orang Syiah di Lebanon ke seluruh kawasan bahkan negara-negra Islam. Namun mereka lupa bahwa gerakan ini tidak berdiri dan bertumpu pada figur.

Pengkaderan generasi muda yang sadar, bebas dan berdasarkan konsep Wilayatul Faqih yang digagas Imam Khomeini ra mampu menciptakan gerakan pemikiran di dunia Arab yang dari ke hari semakin membesar. Kemenangan dalam Perang 33 Hari menghadapi militer Zionis Israel punya substani agama yang berdasar pada ajaran-ajaran kebangkitan Imam Husein as dalam peristiwa Asyura. Sebaliknya, Perang 6 Hari bertumpu pada pemikiran rendah yang berdasarkan pada etnis dan dikristalkan dalam slogan Pan Arabisme.

Barat dan kepala-kepala negara Arab benar-benar ketakutan menghadapi gerakan yang berlandaskan agama. Para penguasa boneka negara-negara Arab tahu benar bahwa pertumbuhan kecenderungan masyarakat akan Islam dan Islam politk di tengah-tengah masyarakat Islam sangat membahayakan kekuasaan mereka yang tidak memiliki legatimasi dari rakyat. Semakin tinggi kesadaran akan Islam ternyata berbanding lurus dengan ketakutan para penguasa boneka negara-negara Arab. Tentu saja Barat yang berada di balik negara-negara boneka ini lebih takut dari para penguasa boneka mereka.

Dari sini banyak pengamat melihat rencana Amerika untuk menciptakan Timur Tengah Baru punya hubungan erat dengan upayanya menekan perkembangan cepat kecenderungan orang terhadap Islam di Timur Tengah dan kekhawatiran mereka akan nasib kepala-kepala negara boneka mereka. Namun ternyata rencana ini gagal oleh perlawanan heroik yang ditampilkan para pejuang Hizbullah dalam Perang 33 Hari di Lebanon.

Dengan gambaran ini kita mulai dapat menyibak rahasia di balik sikap sebagian negara-negara Arab yang tanpa tedeng aling-aling berada di samping Barat dan Rezim Zionis Israel menghadapi pemerintah sah Palestina. Negara-negara Arab ini dengan transparan menyatakan sikapnya mendukung serangan militer Israel dan menutup jalur penyeberangan Rafah. Mereka bahkan menuntut Israel menyerang hingga Hamas musnah.

Ketika rakyat Palestina yang bertahun-tahun berjuang di bawah panji-panji Pan Arabisme merasa letih atas sikap para pemimpin Arab yang ingin berdamai karena tidak pernah berhasil meraih apa pun, mereka memilih untuk mencari model lain untuk melanjutkan perlawanannya. Mereka memilih Hizbullah Lebano yang menjadi muqawama sebagai prinsipnya untuk mengenyahkan musuh dari Lebanon Selatan. Kini substansi perjuangan rakyat Palestina telah meninggalkan idiom-idiom sekularnya dan memilih agama sebagai landasannya. Sebuah keputusan bersejarah dan revolusioner yang dilakukan oleh rakyat Palestina ketika pada tahun 2006 mereka memilih sebuah kelompok yang memilih muqawama sebagai cara untuk meraih kemenangan.

Keputusan bersejarah dan revolusioner ini sama artinya dengan pertumbuhan dan kesadaran Islam yang ditakuti Barat dan negara-negara boneka Arabnya. Namun masalahnya kini kebangkitan dan kesadaran Islam ini sudah tidak hanya dibatasi oleh kelompok Syiah dan negara khusus, tapi kali ini sebuah kelompok bermazhab Ahli Sunnah Hamas, itu pun di tempat bernama Palestina sebagai kiblat pertama umat Islam yang menjadi pusat perhatian umat Islam sedunia.

Di sini Barat dan negara-negara Arab tahu betul bahwa kemenangan Hamas dalam perang ini berarti puncak dari kebangkitan dan penyebaran Islam di seluruh masyarakat Timur Tengah yang bakal mempertanyakan keberlangsungan pemerintah-pemerint ah boneka.
[im/mt/sl]

Saleh Lapadi: Pengamat Timur Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar