
Selamatkan kaum Muslimin dan bangsa Palestina. "Ya Allah kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir." (Qur'an)
Oleh: Saleh Lapadi
Menyusul kekalahan dan ketidakmampuan Rezim Zionis Israel mewujudkan target yang telah dinyatakan selama ini untuk menghancurkan Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) atau setidak-tidaknya menghentikan tembakan roket-roket dari Jalur Gaza, kini rezim ini dengan bantuan media-media massa internasional berusaha mempropagandakan untuk tetap menutup pintu penyeberangan Rafah dengan alasan daerah itu sebagai tempat penyelundupan senjata ke Gaza. Demi melengkapi skenario ini, para pejabat Zionis Israel mulai menyebut-nyebut nama Iran sebagai pemasok senjata bagi Hamas dan para pejuang Palestina lainnya.
Rencana ini sebenarnya sudah dimasukkan dalam Resolusi 1860 poin ketujuh dengan menjadikan Mesir sebagai mediator dengan dibantu negara-negara Arab terlaksananya gencatan senjata segera. Berbarengan dengan itu Menteri Luar Negeri Mesir Abulgheit memulai propaganda ini dengan menyebut tidak akan membuka jalur penyeberangan Rafah seperti yang diinginkan Sayyid Hasan Nasrullah agar dapat juga mengirimkan senjata kepada para pejuang Palestina selain bantuan medis, obat-obatan dan makanan.
Zionis Israel kini membesar-besarkan isu ini dengan bantuan media-media internasional setelah mengetahui bahwa kesempatan yang dimilikinya untuk menggempur Gaza secara besar-besaran setelah dikeluarkannya Resolusi 1860 juga tidak berhasil. Justru yang terjadi di lapangan berbanding terbalik dengan yang diinginkannya. Kekuatan para pejuang Palestina semakin menonjol setelah dalam perang hari ke-16 mereka mulai mengeluarkan roket-roket panggul anti udaranya. Itulah mengapa pada hari ke-17 serangan udara militer Israel mulai berkurang. Namunpun demikian para pejuang Palestina berhasil menembak jatuh sebuah helikopter tempur Israel.
Propaganda Israel bahwa militernya telah meraih banyak kemajuan ternyata hanya bohong besar, karena televisi Al-Alam kemarin (Senin, 12/01) melaporkan bahwa tentara Israel diajak berputar-putar di sekitar perbatasan Jalur Gaza dan menyebutnya sebagai manuver dan taktik. Padahal itu hanya alasan untuk menahan semangat dan mental tentaranya yang sudah semakin anjlok. Bila sejumlah televisi menyebut satu orang tentara Israel membangkang dan tidak ingin berperang menyaksikan kebrutalan perintah komandannya membantai warga sipil Gaza, situs Brigade Al-Quds, sayap militer Gerakan Jihad Islami menyebut 10 tentara yang telah melakukan itu. Semua ini menunjukkan semangat keprajuritan pasukan Israel semakin anjlok.
Belum lagi dini hari ini (Selasa, 13/01) perang begitu sengit terjadi antara pasukan Israel di utara Jalur Gaza, tepatnya di daerah az-Zaitun pasukan Israel terperangkap dan banyak yang menjadi korban. Jurubicara Brigade Syahid Ezzeddin Qassam, sayap militer Hamas sebagaimana ditayangkann langsung lewat telepon dalam pidato berapi-apinya, selain memberikan semangat kepada para pejuang dan meminta rakyat Gaza agar bersabar karena kemenangan semakin dekat, ia membantah propaganda media-media asing yang menyebut militer Israel berhasil merangsek maju ke dalam Gaza. Ia dengan tegas mengatakan bahwa saya tidak ingin berlebih-lebihan tapi hanya ingin menyampaikan kenyataan bahwa tentara Israel masih berada di luar Gaza. Mereka tidak dapat masuk dan hanya bertahan di jalur perkebunan yang berada pada garis depan Gaza.
Di laut hingga kini pasukan Angkatan Laut Rezim Zionis Israel tidak lagi leluasa mendekati perairan Gaza dan menembak sesukanya kota Gaza dan penduduknya. Brigade Ezzeddin Qassam menempatkan pasukan khususnya di sepanjang pantai Gaza dan menembak kapal-kapal perang Israel dengan roket-roketnya, sekaligus menggagalkan usaha kapal-kapal perang Israel menurunkan pasukannya di tepi pantai Gaza.
Kembali pada masalah isu penyelundupan senjata yang disebarkan Rezim Zionis Israel lewat media-media massa internasional dan sayangnya media-media Arab. Propaganda ini sekali lagi membuktikan bahwa Israel tidak mampu meraih targetnya dan kini hanya memfokuskan serangan membabi-butanya yang dilakukan selama 18 hari ini dengan memakan korban lebih dari 920 dan lebih dari 4.000 lainnya cedera dengan alasan penyelundupan senjata lewat jalur penyeberangan Rafah yang berbatasan dengan Mesir. Bahkan lebih rendah lagi, mereka menyebut pihak ketiga Iran sebagai yang bertanggung jawab sebagai pemasok senjata bagi para pejuang Palestina di Gaza. Bila memang tujuan ini yang ingin dicapai oleh para pejabat Zionis Israel, mengapa harus ada pembantaian di Jalur Gaza. Israel dan Mesir serta media-media massa internasional coba membesar-besarkan adanya sejumlah terowongan bawah tanah yang melewati pintu penyeberangan Rafah. Militer Israel malah dengan sesumbar menyebut jet-jet tempurnya telah menghancurkan berbagai terowongan itu. Namun sampai saat ini tidak satu pun yang membuktikan adanya tunel-tunel yang diklaim itu.
Lebih dari itu, Hamas adalah pemerintah legal yang dipilih dalam pemilu yang bebas dan jujur. Bahkan boleh dikata tidak ada pemerintah paling demokratis di Arab seperti pemerintah Hamas yang dipimpin oleh Perdana menteri Ismail Haniyah. Ketakutan negara-negara Arab sebenarnya kembali pada masalah ini. Mereka tidak ingin Hamas menjadi model pemerintahan di seluruh negara Arab yang demokratis dan melawan hegemoni dan agresi Rezim Zionis Israel. Untuk itu mereka ikut dalam serangan kali ini. Arab Saudi menjamin dana perang Israel, Mesir membantu pembantaian warga Gaza dengan menutup jalur penyeberangan Gaza dan Yordania aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan menentukan dan bersifat politis.
Sebagai pemerintah legal, Hamas sejatinya berhak untuk memasukkan senjata ke dalam Jalur Gaza untuk melindungi rakyatnya dari agresi asing. Kedua, isu ini coba disebarkan untuk menutup-nutupi kemampuan Hamas yang mulai membuat roket-roket tepatnya akhir tahun 2001. Pada tahun itu mereka mulai membuat bahan peledak sendiri karena sulitnya mendapatkan bahan peledak di Palestina pendudukan. Roket Qassam I yang dibuat panjangnya 180 sentimeter, berdiameter 12 sentimeter dengan jangkauan 9 hingga 12 kilometer. Hulu ledaknya dapat memuat 6 kilogram TNT. Berita terakhir menyebutkan Brigade Ezzeddin Qassam telah mampu membuat roket Qassam III yang jangkauannya lebih luas, dengan ketepatan lebih baik dan daya rusak yang lebih besar. Dalam beberapa hari terakhir ini jumlah roket yang diluncurkan Brigade Ezzeddin Qassam agar berkurang, namun dengan ketepatan lebih baik dan berhasil menjatuhkan banyak korban di pihak Israel. Belum lagi roket-roket ini secara khusus juga ditujukan pada pangkalan-pangkalan militer Israel dan berhasil menelan korban tentara Israel. Sekali lagi ini membuktikan lemahnya sistem keamanan pangkalan militer Israel.
Isu terbaru mengenai rencana Amerika mengirimkan 3.000 ton senjata dan amunisi ke Israel juga sebenarnya isu untuk menakut-nakuti warga Gaza yang pemberani. Hingga sekarang militer Israel telah mengujicobakan sejumlah bom-bom smart, kimia hingga senjata-senjara non konvensional yang dilarang. Belum lagi bom-bom yang mengandung fosfor putih dan uranium yang telah dilemahkan. Di darat tank-tank Abrams milik Amerika dan Merkava pujaan Israel dipakai dalam perang ini. Apa yang kurang dari pesawat F-16 yang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mampu terbang lebih lama dan membawa bom lebih banyak? Tidak cukup itu saja, serangan dari laut lewat tembakan artileri kapal-kapal perang melengkapi kebuasan militer Israel.
Selama 18 hari ini kita menyaksikan pasukan dari angkatan bersenjata nomor wahid di Timur Tengah dengan menggunakan senjata-senjata modern dan non konvensionalnya, namun hingga kini mereka masih belum mampu menaklukkan Jalur Gaza. Berarti masalahnya bukan pada senjata canggih, namun keimanan, keberanian, ketabahan dan strategi jitu yang didemosntrasikan para pejuang Palestina. Dan jangan lupa, para pejuang memiliki rakyat Gaza yang beriman dan sabar serta menjadikan perlawanan sebagai pilihannya dan berada di belakang para pejuang. Tidak ada kekuatan yang mampu mengalahkan sebuah bangsa yang bersatu melawan agresi.
Namun apa yang harus dilakukan?
Dengan mengilhami perilaku Imam Khomeini ra dan strateginya dalam menghadapi Syah Pahlevi yang didukung oleh Amerika saat Syah mengeluarkan maklumat agar rakyat tidak keluar melakukan demonstrasi, Imam Khomeini ra dengan tepat melakukan sebaliknya dari pernyataan itu. Imam Khomeini ra memerintahkan rakyat Iran agar keluar dan turun ke jalan-jalan melakukan unjuk rasa. Aksi ini ternyata menjadi titik tolak kemenangan Revolusi Islam Iran.
Bangsa-bangsa di dunia, khususnya di Indonesia juga harus melakukan yang demikian. Kita harus turun lebih banyak ke jalan untuk mematahkan propaganda ini. Dan terus dilakukan usaha-usaha untuk membongkar konspirasi yang tengah dilakukan di Mesir, sembari kemazluman rakyat Palestina juga jangan dilupakan untuk terus disebarkan. Kini Perang Furqan mulai mengerucut pada pembukaan jalur penyeberangan Rafah. Ketika musuh berusaha untuk menutup penyeberangan Rafah dengan alasan adanya aktivitas penyelundupan senjata di sana, kita harus berbuat sebaliknya dengan tetap menuntut pembukaan Rafah. Israel, negara-negara Arab dan Barat berusaha sekuat mungkin agar jalur penyeberangan Rafah ditutup dan pasukan asing ditempatkan di sana. Hal itu karena dalam perjanjian Kamp David, Mesir hanya diperkenankan menempatkan pasukannya di gurun Sinai yang berdekatan dengan Rafah harus kurang dari 1.000 tentara. Jumlah ini tentu kurang setelah menyaksikan demonstrasi di Mesir yang menuntut dibukanya Rafah. Belum lagi kemenangan para pejuang Palestina di medan pertempuran memberikan mereka kekuatan untuk tetap menjadikan pembukaan penyeberangan Rafah sebagai salah satu syarat dalam perundinganmengenai gencatan senjata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar