Jumat, 16 Januari 2009

Chavez Populer di Palestina, Abbas Terpuruk Habis




Kompas.com hari ini memuat berita mengenai popularitas Chavez di Palestina. Bendera-bendera Venezuela dan gambar-gambar Presiden Venezuela Hugo Chavez diusung tinggi-tinggi selama unjuk rasa di Tepi Barat pada Rabu (14/1) untuk memprotes serangan membabi buta Israel di Jalur Gaza.

Keputusan Presiden Venezuela Hugo Chavez yang mengusir Duta Besar Israel dari Karakas-salah satu dari dua negara, di samping Mauritania mengambil langkah demikian-telah menjadikan pemimpin sayap kiri Amerika Latin itu menjadi pahlawan bagi rakyat Palestina.

Chavez pada Sabtu menyebut Israel sebagai "tangan pembunuh" Amerika Serikat dan mengatakan, solusi krisis Gaza telah berada di tangan Barack Obama saat ia akan menjadi presiden pada akhir bulan ini.

Mohammed al-Lahham, seorang anggota parlemen pro-faksi Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas, mengatakan, "Chavez telah menjadi simbol perjuangan bagi kemerdekaan, seperti Che Guevara. Ini membedakan dia dengan para presiden lainnya di dunia."

Penentangannya kepada Washington, sekutu paling dekat Israel, atas invasinya ke Irak dan serangan Israel ke Lebanon pada 2006 telah menjadikan Chavez sebagai simbol bagi semua orang yang menolak dan menentang pendudukan.

Wali Kota Al-Masar Ahmud Zwahreh mengatakan, "Saya berkeinginan dapat memberikan sebuah paspor Palestina kepada Chavez agar ia menjadi warga Palsetina. Dan kemudian kami akan memilih dia dan menjadikannya sebagai presiden kami." Al-Masar adalah sebuah kota kecil dekat Bethlehem yang berpenduduk sekitar 8.000 jiwa.

Sementara itu, popularitas Pemimpin Otorita Palestina Mahmoud Abbas turun pada titik terendah. Menurut banyak warga Palestina di Tepi Barat Sungai Jordan, Abbas yang berumur 73 tahun tidak tahu lagi apa yang terjadi di kalangan warganya, juga tidak di wilayahnya, Ramallah, tempat dia berkuasa.

Tak lama setelah tengah malam, alun-alun di tengah kota Ramallah dipenuhi orang yang setiap hari berdemonstrasi memprotes serangan Israel di Jalur Gaza. Para demonstran menyanyikan lagu-lagu Palestina, "Demi Allah, kami semua orang Palestina. Israel mati!"

Tiba-tiba terjadi kepanikan. Seperti dilaporkan koresponden Radio Netherlands, David Poort, semua orang berlarian. Gas air mata memenuhi alun-alun Ramallah, sementara Pasukan Antihuru-hara Pemerintah Palestina menahan banyak demonstran. Konon ada orang yang melambai-lambaikan bendera Hamas dan itu dilarang oleh Pemerintah Palestina. Menyerukan yel-yel Hamas juga dilarang.

Pasukan antihuru-hara diperintahkan oleh Presiden Mahmoud Abbas untuk tidak lama membiarkan demonstrasi. Setelah satu jam, alun-alun Ramallah berhasil disapu bersih. Para demonstran diperintahkan mengosongkan jalan-jalan supaya lalu lintas kembali lancar. Salah satu demonstran yang bernama Lena mengatakan, "Abbas ingin unjuk gigi bahwa dia tetap berkuasa. Namun, bagi saya ia sudah kehilangan wibawa karena bersikap lembek terhadap perang di Gaza. Ini bukan Hamas lawan Fatah. Ini lebih merupakan rakyat melawan Pemerintah Palestina."

Serangan Israel di Jalur Gaza tak pelak lagi berhasil mendongkrak popularitas Hamas di Tepi Barat Sungai Jordan, sedangkan Pemerintah Palestina makin kehilangan dukungan.

Lena juga mengatakan, "Di jalan-jalan berkecamuk perasaan persatuan di kalangan orang Palestina, tetapi orang tetap dilarang menyuarakan dukungan terhadap Hamas. Abbas hanya bisa omong, tidak bertindak. Hamas sekarang memimpin perlawanan terhadap Israel."

Presiden Palestina memang terjepit di tengah-tengah situasi yang tidak mungkin. Israel dan Amerika Serikat mengangkatnya sebagai pemimpin moderat bagi negara Palestina merdeka di masa depan. Kesepakatan ini juga berarti harus bisa menyingkirkan Hamas. Namun, karena gagalnya perundingan terakhir dua tahun silam, Abbas sekarang tidak punya andalan lagi.

Pada tahun 2005, Abbas dipilih untuk jabatan selama empat tahun. Resminya, masa jabatan itu berakhir 9 Januari lalu, tetapi Abbas menolak mundur. Menurutnya, jabatannya baru akan berakhir tahun 2010.

Di pinggir alun-alun Ramallah, didirikan sebuah tenda yang sarat dengan bahan pangan dan selimut. Di sini dihimpun bahan bantuan oleh PBB untuk diangkut ke Gaza. Ini adalah gagasan spontan warga Ramallah, bukan Pemerintah Palestina.

Tak lama setelah serbuan Israel ke Jalur Gaza dimulai, Presiden Abbas langsung menyalahkan Hamas. Kalau saja Hamas bersedia memperpanjang gencatan senjata yang berlaku sampai pekan lalu maka Israel tidak akan punya dalih untuk melancarkan serangan. Demikian pikiran Presiden atau Pemimpin Otorita Abbas. Saat itu, Abbas mengatakan, "Sudah berkali-kali saya peringatkan mereka."

Namun, banyak orang Palestina tidak setuju dengan pendirian presiden mereka. Bahkan mereka marah karena Presiden Abbas tidak sepenuhnya mendukung rakyat Gaza. Bagi mereka, satu-satunya penyebab perang adalah pendudukan Israel.

Melihat fenomena tersebut, Chavez yang bukan seorang muslim dapat disimpulkan lebih berbuat banyak, bahkan bersikap lebih tegas terhadap Israel dibanding para pemimpin negara-negara Islam. Tragedi di Gaza bukanlah masalah ideologis, tapi masalah kemanusiaan. Siapapun yang mempunyai hati nurani akan mengutuk agresi Israel yang semakin buas membasmi bangsa Palestina. Berdasarkan data yang ada, korban gugur syahid di Gaza sudah melebihi seribu warga. Dilaporkan pula, 40 persen korban gugur syahid akibat agresi Israel itu adalah anak-anak.

Para pemimpin negara Arab, khususnya Presiden Mesir, Husni Mobarak dan Raja Arab Saudi, Abdulllah, yang masing-masing mengaku sebagai pemimpin negara muslim, sudah sepatutnya malu akan sikap mereka yang sangat lamban terhadap agresi Israel. Presiden Chavez berlandaskan hati nuraninya menolak hubungan diplomatik dengan Israel dan berani mengusir Dubes Israel. Diberitakan pula, Presiden Bolivia, Evo Morales menyatakan negaranya memutuskan hubungan diplomatik dengan Rezim Zionis Israel. Sebagaimana dilansir Press TV, Evo Morales hari Rabu (14/01) dalam sebuah pernyataan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel mengatakan, "Kami akan mengadukan para pejabat tinggi Zionis Israel secepatnya ke pengadilan internasional." Sudah sepatutnya negara-negara Arab melakukan hal yang sama seperti yang ditempuh Presiden Chavez dan Presiden Morales. Sadarlah negara-negara Arab!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar