Kamis, 05 Maret 2009

Pemerintah Netanyahu dan Deportasi Warga Al-Quds




Ghassan Mustafa al-Shami
Banyak masalah yang dihadapi oleh pemerintah baru Israel yang dipimpin Netanyahu. Pertama; mengatasi masalah dampak kekalahan tentara "Israel" dalam perang di Jalur Gaza. Dalam mengatasi masalah ini ia harus melewati masalah seperti masalah prajurit Shalit yang ditawan perlawanan dan pembebasan tahanan Palestina, gencatan senjata, pembukaan perlintasan Gaza dan masalah-masalah lainnya. Selama ini tidak pernah partai Israel sendirian bisa menang dalam menghadapi Palestina. Karenanya mereka mengerahkan tenaganya dalam membentuk pemerintah koalisi yang terdiri dari semua partai Israel.

PR paling berat bagi pemerintah Israel terbaru adalah pertumbuhan kemampuan perlawanan Palestina yang sudah mampu menembus target Israel. Di tambah lagi rakyat Palestina yang kini lebih memiliki program perlawanan. Di samping itu di sana ada presdiksi semakin tegangnya masalah permukiman Israel di Palestina. Apalagi dengan pemerintah kanan ekstrim dan bertambahnya eksodus Yahudi ke Palestina.

Sementara masalah Al-Quds dan dan tempat-tempat suci lainnya, maka Israel terus berusaha untuk melanjutkan penggalian di bawah masjid suci itu dan terus berusaha melakukan pengusiran dan deportasi warga Palestina dari Kota Al-Quds untuk dalam rangka membangun permukiman Yahudi, merampas tanah warga Palestina, menghancurkan rumah mereka. Politik Israel ini terus berlanjut dan tidak ada perbedaan antara Israel dari partai manapun karena ia sudah menjadi program politik bagi setiap pemerintah Israel yang baru.

Pada setiap fase, pemerintah Arab selalu bertaruh kepada pemerintah Israel yang baru. Mereka berharap dengan taruhan itu Israel mengurangi kejahatannya. Namun penulis smaa sekali tidak bertaruh kepada pemerintah "Israel" manapun. Bahkan kepada warga negara Israel sekalipun. Sebab doktrin orang Yahudi didasarkan kepada darah dan kejahatan perang. Sejarah Israel selalu penuh dengan darah dan aksi penghancuran terhadap bangsa Arab dan Islam sejak sejak 1948. politik-politik Israel tidak berbeda dengan politik Israel hari ini. Bahkan pada fase perundingan damai dengan Palestina; Israel selalu melakukan kejahatan demi kejahatan terhadap Palestina. Dalam perundingan dengan Israel, rakyat Palestina tidak pernah memperoleh apapun dari hak mereka yang sudah dirampas Israel. Apa yang diperoleh rakyat Palestina adalah hasil jerih payah perlawanan mereka terhadap penjajah Israel dan ketegaran mereka mempertahankan dan memperjuangan hak-hak mereka.

Saat ini pemerintah Israel yang baru pimpinan Netanyahu sudah dibentuk. Pemerintah daerah Israel di Al-Quds sudah mengeluarkan perintah kepada warga Al-Quds agar 88 rumah warga Palestina dihancurkan di wilayah Al-Bustan sebelah timur pagar pembatas di baldah lama di sebelah selatan masjid Al-Aqsha. Israel berdalih rumah itu dibangun tidak memiliki izin. Politik penjajah Israel ini tentu akan mengancam pengusiran 1500 warga Al-Quds. Padahal rumah-rumah warga itu dibangun sebelum Israel datang menjajah mereka tahun 1967.

Politik rasis ini bertujuan membersihkan kota Al-Quds dari warga Palestina dan menegaskan niat jahat pemerintah Israel yang baru, memaksakan situasi ril demografi di kota Al-Quds. Politik yang tidak memberikan kabar gembira kepada warga Palestina. rencana-rencana Israel menguasai Al-Quds dan masjid Al-Aqsha terus gencar dilakukan.

Politik Israel yang berbau rasis dan program yahudisasi Al-Quds ini menuntut warga Arab dan faksi-faksi Palestina untuk menyatukan barisan dan energi untuk menghadapi bahaya yang mengancam Palestina, Al-Quds dan negeri Arab pada umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar