Hari Senin (02/03) Sharm El Sheikh, Mesir menjadi tamu rombongan negara-negara Barat pendukung Rezim Zionis Israel. Lebih dari 70 negara dan perwakilan lembaga-lembaga internasional menyisihkan dana lebih dari 4 miliar dolar untuk merekonstruksi Jalur Gaza. Menarik untuk dicermati bagaimana Amerika, Uni Eropa, negara-negara anggota Dewan Keamann Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dalam istilah politik dikenal dengan “masyarakat internasional” ditambah sejumlah negara-negara Arab yang disebut-sebut sebagai “kelompok moderat” hadir dalam konferensi ini dengan mendendangkan “bantuan finansial internasional” terhadap Gaza di masa resesi ekonomi dunia.
Mengapa di konferensi ini tidak ada satu pun mempertanyakan siapa pelaku kejahatan perang di Gaza, mengapa 500 syuhada Palestina berasal dari anak-anak dan wanita, apa yang memicu perang ini dan puluhan perang lainnya yang dilakukan Rezim Zionis Israel terhadap rakyat Palestina dan mengapa tidak ada yang mempertanyakan serangan Zionis Israel terhadap sekolah yang dikelola oleh PBB serta pertanyaan lain yang menunjukkan kejahatan perang Rezim Zionis Israel.
Semua yang hadir berpidato dengan semangat sambil mengeluarkan cek yang tidak ada uangnya dengan jumlah yang wah. Semua itu harus dilakukan agar terlihat peduli kepada rakyat Gaza akibat kejahatan Rezim Zionis Israel. Sumbangan mereka itu diperuntukkan bagi rekonstruksi Jalur Gaza, sekalipun tampaknya proses ini akan berlanjut hingga ratusan tahun lagi!
Ironis, karena sekitar berapa ratus kilometer dari Sharm El-Sheikh, bersamaan dengan konferensi ini Rezim Zionis Israel secara resmi mengumumkan akan membangun 72 ribu rumah tempat tinggal di kota Al-Quds dan Tepi Barat Sungai Jordan. Pengumuman ini dibarengi dengan dimulainya perusakan rumah-rumah warga Palestina yang tinggal di kota Al-Quds.
Namun bila jeli memperhatikan, penggunaan uang sumbangan untuk merekonstruksi dapat dikatakan hampir mustahil. Mengapa?
Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton yang mengeluarkan cek 900 juta dolar yang tampak sebagai orang paling dermawan dalam konferensi ini mengumumkan, semua sumbangan ini tidak diberikan begitu saja tapi bersyarat tidak boleh sampai ke tangan Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas). Kepada Mahmoud Abbas, Pemimpin Otorita Palestina yang telah habis masa jabatannya Clinton meminta agar mencegah sumbangan ini sampai ke tangan Hamas agar tidak dipakai untuk menyelundupkan senjata dan memperbanyak isi gudang senjatanya!
Pernyataan ini disampaikan saat sisa-sisa kehancuran akibat serangan militer Israel masih tampak dan belum ada pembangunan yang berarti. Syarat yang disampaikan Clinton menjadi bukti bahwa proses rekonstruksi Gaza seperti yang dijanjikan di Konferensi Sharm El-Sheikh tidak bakal dimulai hingga waktu yang tak terbatas. Karena Hamas sampai saat ini masih menguasai Gaza. Selain itu, bagaimana mungkin infrastruktur dan bangunan-bangunan di Gaza akan direkonstruksi bila Rezim Zionis Israel masih memblokade dan menutup jalur-jalur penyeberangan ke Gaza. Surat kabar Haaretz malah menyebutkan bahwa Israel meminta kepada PBB agar semua pihak yang ingin membantu Gaza harus melaporkan seluruh daftar barangnya?
Lebih menarik lagi, konferensi 4 miliar dolar ini malah ingin meminta pengakuan Hamas terhadap Rezim Zionis Israel. Disebutkan bahwa bantuan ini untuk membiayai pemerintah Palestina yang tidak melakukan aksi kekerasan terhadap Israel dan mengakui Israel. Permintaan ini disampaikan di mana di Palestina pendudukan tengah terbentuk pemerintahan garis keras. Pemerintah yang tidak pernah mengindahkan aturan dan undang-undang internasional. Pemerintah yang tidak pernah mengakui negara Palestina dan menganggap rakyat Palestina tidak lebih hanya para pengungsi yang untuk sementara menetap di sana!
Negara-negara Arab juga tidak ingin ketinggalan menunjukkan mereka begitu peduli atas apa yang terjadi di Jalur Gaza (tentu saja setelah memilih bungkam selama perang 22 hari). Presiden Mesir dan Menteri Luar Negeri Arab Saudi dengan gaya mengancam kepada negara-negara Barat yang ikut dalam konferensi mengatakan, “Pilihan perang dan perdamaian yang telah disampaikan dalam bentuk usulan Liga Arab kepada Israel tidak selamanya demikian.” Sikap yang cukup lucu, karena mereka yang diancam itu adalah pelindungnya sendiri. Artinya, konferensi ini tidak lebih dari sekedar dagelan.
Dalam perundingan Sharm El-Sheikh Palestina diwakili oleh Mahmoud Abbas, Pemimpin Otorita Palestina yang telah habis masa jabatannya dan bukannya Hamas. Pertanyaannya, bila Hamas tidak hadir di konferensi ini, mengapa Rezim Zionis Israel tidak hadir dalam konferensi ini?
Bagaimana pemerintah Irak saat ini yang tidak tahu menahu mengenai serangan rezim Saddam Hussein tahun 1990 ke Kuwait harus ditekan oleh PBB agar membayar kerugian Kuwait dari setiap ekspor minyaknya. Minyak yang menjadi milik rakyat harus dipisahkan beberapa persen dan diserahkan kepada Kuwait yang hingga kini sekitar 14 miliar dolar dari devisa minyak Irak diserahkan kepada Kuwait. Sementara Rezim Zionis Israel pelaku asli kehancuran infrastruktur Gaza, bahkan bangunan dan kantor PBB di sana tidak ditindak untuk membayar kerugian ini?
Ketidakhadiran Rezim Zionis Israel di Sharm El-Sheikh membuktikan betapa mereka yang hadir di konferensi ini sejatinya menjadi wakil-wakil Israel untuk membayar ganti rugi kehancuran yang diderita Jalur Gaza. Jelas, Rezim Zionis Israel tertawa saat menyaksikan bagaimana Ban Ki-moon, Hillary Clinton, Nicolas Sarkozy, Angela Merkel, Silvio Berlusconi, Jose Luis Rodriguez Zapatero, Mirek Topolanek dan Tony Blair serta Hosni Mobarak, Saud Al-Faisal dan sejumlah utusan negara-negara Arab lainnya yang tampak tolol harus mewakili Tel Aviv untuk membayar ganti rugi Gaza.
Tepat dua hari setelah Konferensi Sharm El-Sheikh, Tehran menjadi tuan rumah Konferensi Internasional untuk Mendukung Rakyat Palestina dengan tema “Palestina Simbol Muqawama, Gaza Korban Kejahatan”. Konferensi Sharm El-Sheikhh menyampaikan pesannya kepada muqawama Palestina, Lebanon, rakyat Timur Tengah dan negara-negara yang menentang politik Amerika di Timur Tengah. Dan kini gilirannya untuk mendapat jawabannya dari Tehran. Semua unsur-unsur penting dan kunci muqawama di Timur Tengah, semua elemen jihad pendukung “front muqawama” dan seluruh “teman-teman revolusi Islam” berkumpul di Konferensi Tehran.
Dalam kondisi paling krisis dan perang tidak sepadan, mereka mampu mempertahankan frontnya dalam perang 33 hari Lebanon dan kini dalam perang 22 hari Gaza serta dalam puncak tekanan ekonomi, politik dan ancaman militer. Kemampuan ini mampu mengubah konstelasi politik Timur Tengah berbanding terbalik dengan yang diinginkan Amerika. Konferensi Tehran satu-satunya jurubicara resmi elemen-elemen jihad seperti Hamas dan Hizbullah. Bila suatu saat Amerika ingin melakukan dialog terkait masalah Palestina, front inilah yang mampu menyampaikan sikap rakyat Timur Tengah ke telinga baru di Gedung Putih, bukannya kelompok Arab moderat dengan rencana gagal mereka “rencana perdamaian Arab 2002 Beirut”.
Siapa yang dapat membayangkan pemerintah Mesir mampu menjadi wakil dari muqawama Palestina untuk berdialog dengan Barat? Mesir yang kapan saja menginginkan dapat membuka pintu penyeberangan Rafah ternyata sampai saat ini tidak melakukannya ingin menjadi wakil muqawama Palestina? Tentu saja muqawama Palestina lebih waspada untuk tidak menyerahkan urusannya ke tangan pemerintah yang berlumuran darah anak-anak Palestina.
Sejak sekarang Amerika juga harus tahu bahwa kemampuan manuver Mesir tidak lebih dari sebagai tempat penyelenggaraan pertemuan bagi negara-negara Barat, Israel dan sekutu mereka. Pemerintah Mesir selain hubungan geografinya dengan Jalur Gaza, tidak memiliki legitimasi apa pun untuk menyelesaikan masalah Palestina. Bertahun-tahun setelah menandatangani perjanjian Kamp David, praktis Mesir sudah tidak lagi mampu menjadi jembatan bagi muqawama dan Rezim Zionis Israel atau Amerika.
Lebih penting lagi, kini elemen-elemen muqawama di Palestina, Lebanon dan di negara-negara lain Timur Tengah telah menjadi satu front; baik secara transparan atau sembunyi-sembunyi. Kenyataan ini sekalipun diingkari tidak akan menguntungkan pemerintah Obama. Oleh karenanya, bila slogan perubahan yang disampaikan oleh Obama benar adanya, maka ia harus mendengarkan baik-baik pesan Konferensi Tehran.
Konferensi Internasional untuk Mendukung Rakyat Palestina di Tehran merupakan tubuh hakiki, realita dan memasyarakat dari muqawama yang tidak menerima politik zalim dan tidak adil Amerika di Timur Tengah, khususnya masalah Palestina. Mereka inilah yang dengan tekad dan iman yang tangguh berhasil meruntuhkan rencana Timur Tengah Baru mantan Presiden Amerika George W. Bush. Mereka inilah yang memberikan pelajaran yang tidak bakal dilupakan oleh militer Rezim Zionis Israel. Oleh karenanya, jelas bahwa mereka yang memiliki kemampuan melakukan perubahan ada di Tehran, dan bukannya di Sharm El-Sheikh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar