Jumat, 20 Februari 2009

Amerika Tuding Iran

Juru Bicara Departemen Luar Negeri Republik Islam Iran, Hassan ‎Qashqavi mengatakan bahwa klaim yang dilontarkan Panglima Militer ‎Amerika Serikat di Irak, Jenderal David Petraeus mengindikasikan ‎pandangan diskriminatif pejabat AS terhadap isu terorisme. Sebelumnya, ‎Jenderal Petraeus menuding Iran mendukung sejumlah kelompok ekstrim ‎di Irak. Panglima AS ini menuding Iran tanpa didasari oleh bukti dan realita ‎di lapangan. Jubir Deplu Iran menilai kebijakan unilateral dan militeristik ‎AS sebagai penyebab utama kekacauan di Irak. ‎
Klaim palsu itu dilontarkan saat serdadu AS dan Inggris gagal mewujudkan ‎janji-janjinya terkait perang melawan terorisme. Oleh sebab itu, para ‎pengamat berkeyakinan bahwa pernyataan miring Jenderal Petraeus ‎sebagai akal-akalan untuk melepas tangan dari pendudukan di Irak. ‎Sebenarnya terdapat kontradiksi antara klaim AS dan Inggris dengan ‎kinerja dan kebijakan mereka soal terorisme. ‎

Masyarakat internasional belum melupakan bahwa kelompok ekstrim dan ‎teroris di Irak dan Afganistan merupakan unsur yang dibesarkan oleh AS ‎dan Inggris. Kini, fenomena teroris telah berubah menjadi masalah yang ‎sulit ditanggulangi. Dengan membagi unsur teroris menjadi kelompok jahat ‎dan baik, AS dan Inggris telah membuka pintu perundingan dan dialog ‎dengan sebagian kelompok teroris. Mereka juga menamakan kelompok itu ‎dengan sebutan unsur yang bisa dijustifikasi.‎

Kedua pola pandang yang berbeda itu telah menyuburkan dan ‎memperluas bahaya terorisme di kawasan. Oleh karena itu, standar ganda ‎Barat terkait masalah teroris telah menjadi masalah mendasar dalam ‎kasus ini. Jenderal Petraeus menuding Iran sebagai pendukung teroris ‎saat negaranya secara terbuka melindungi Kelompok Teroris Munafikin ‎‎(MKO) di Irak. Dukungan AS telah menjadikan Irak sebagai tempat bagi ‎aktivitas kelompok teroris yang sudah dikenal secara luas. Guna ‎menyelaraskan kebijakannya dengan Gedung Putih, Uni Eropa baru-baru ‎ini juga menghapus nama kelompok MKO dari daftar teroris.‎

Kebijakan seperti itu mengindikasikan adanya upaya dari AS untuk ‎memutarbalikkan realita. Di samping itu, Gedung Putih juga berupaya lari ‎dari masalah yang melilit mereka di Irak. Padahal, masalah itu muncul ‎sebagai akibat kebijakan intervensi mereka di kawasan. Jelas sekali, ‎menjadikan orang lain sebagai kambing hitam sama sekali tidak akan ‎membantu misi perang melawan teroris di kawasan. Sebab, selama AS ‎tidak mengubah kebijakan unilateral dan militeristiknya, ada indikasi ingin ‎tetap menjadikan kelompok ekstrim dan teroris sebagai alat untuk ‎mendukung tujuan hegemoninya di kawasan.‎

Sebenarnya, penyuburan dan perluasan fenomena teroris sebagai akibat ‎standar ganda yang diterapkan negara-negara Barat. Kebijakan unilateral ‎dan militeristik juga telah mengancam keamanan di berbagai kawasan dan ‎melahirkan persaingan persenjataan pada tingkat negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar