Minggu, 15 Februari 2009

Gilad Shalit: Sebuah Ilusi Besar

Beberapa hari lalu, Noam Shalit, 'Bapak' dari Gilat Shalit, mengutuk Hamas karena menahan anaknya tanpa alasan. Mengejutkan memang, dia lupa, bahwa anaknya [Gilad Shalit] adalah seorang prajurit (IDF). Yang saat bertugas sebagai penjaga pos di sebuah kamp konsentrasi dan oleh Hamas 'diambil' dalam benteng kubu yang menghadap Gaza.Ayah Shalit kepada Hamas mengatakan: "Berhentilah menahan anak kami sebagai sandera untuk di jadikan tukar tawanan dan simbol perang kemarin". Ia juga mengajari Hamas bahwa tindakannya hanyalah 'perlawanan sia-sia'. Nampaknya, ini adalah pernyataan yang sangat kaku dari seorang ayah yang seharusnya peduli dengan nasib anak.

Gilad Shalit adalah contoh bentuk keraguan dari sebuah kasus studi krisis identitas Israel. Walaupun kenyataannya bahwa Gilad Shalit adalah seorang tentara yang terlibat langsung dalam kejahatan militer terhadap penduduk sipil, tapi Israelis dan Yahudi di seluruh dunia bersikeras melobi dengan presentasi bahwa dia adalah 'korban tidak bersalah'.

Slogan pertama dari kampanye Shalit terungkap dengan pernyataan: "Gilad Shalit adalah seorang, manusia, Yahudi". Dan saya bertanya sendiri, kalau benar-benar dia hanya seorang 'manusia' biasa, maka apakah slogan itu perlu dipakai untuk sesuatu yang menunjukkan kebiasaan yang diterapkan oleh predikat'Yahudi'? Dan jika dia hanya manusia biasa, mengapa mereka menambahkan 'Yahudi'?. Apa yang dimaksud dalam penggunaan title 'Yahudi' untuk kampanye pembebasan Shalit?

Rupanya penggunaan predikat'Manusia'dan'Yahudi'hanya sekedar slogan belaka, dibanding dengan kedekatan informatif dan makna. Dalam pos-liberal dan pemberantasan Yahudi, wacana 'manusia' adalah 'innocence – tidak berdosa' dan 'Yahudi' adalah 'korban'. Dengan demikian, dalam kampanye demikian ini harusnya dipakai slogan yang lebih mencakup makna yakni:'Bebaskan Shalit korban yang tidak berdosa'.

Seseorang mungkin bertanya-tanya pada tahapan ini, apa yang dilakukan seorang pejuang, seorang tentara penjaga pos di kamp konsentrasi untuk menjadi seorang 'korban tidak bersalah'? Sehingga, bagi Israel hal ini hanya sekedar wacana saja. Oleh karena itu, ini benar-benar sekedar soal retorika.
Perlu dicatat bahwa dalam masyarakat militer Israel, seorang prajurit sangat dimuliakan, maka darahnya lebih berharga dibanding dengan warga Yahudi biasa. Israel memuja para tentaranya dan akan bersedih penuh duka jika kehilangan satu dari anggota angkatan bersenjatanya.

Mengingat IDF adalah tentara yang populer, Israel berharap bisa menjadikan prajuritnya menjadi bentuk pengejawantahan kecintaan pada diri sendiri. Kecintaan Israeli pada dirinya sendiri hampir sebanding dengan kebencian mereka pada tetangga Arabnya. Bagi Israel, kematian personal IDF akan mendapat perhatian jauh lebih banyak ketimbang kematian seorang sipil meskipun mereka sebut sebagai korban'teror'.

Demikian pula, di IDF tentara yang menjadi tawanan, akan menjadi perhatian khusus media di Israel. Ron Arad, Ehud Goldwasser dan Gilad Shalit adalah bagian keluarga besar di Israel, nama dan wajah-wajah yang akrab diseluruh Israel. Israel yang selalu dalam peperangan, dianggap terlampau memperhatiakan personal militernya sehingga tampak membingungkan atau bahkan aneh.

Israel selalu menceritakan bahwa, tentara yang tertawan dinyatakan tidak bersalah karena dia telah 'tertangkap' dalam perang demi memperjuangkan keinginan bangsa Israel. Tentara Israel 'banyak menembak dan menangis'. Israel juga percaya bahwa, bangsa Israel adalah 'pencari perdamaian' dan "yang-lain" selalu menjadi' orang lain yang membawa'kekerasan dan permusuhan'.

Diatas adalah gambaran dalam diri Israel, sehingga menjadi hal yang mungkin bagi Israelis untuk memulai dan melakukan peperangan dengan yang lain, apalagi mereka yakin benar bahwa 'Arab' adalah pihak yang selalu mencoba untuk melemparkan Israel ke dalam laut.

Saat Israel melakukan 'War Against Terror' ( perang anti terror) yang harus difahami dari ungkapan ini adalah perang melawan teror dari dalam. Berlangsungnya perang terhadap 'Arab'adalah akibat dari penindasan Hebraic sendiri yang tidak dapat diselesaikan oleh Israel atau bahkan usaha menghadapinya. Yakni ketika senjata phosphor putih di tembbakan ke arah wanita-wanita, orang tua dan anak-anak bagi Israel ibarat menenggak pil Valium yang merasuk ke dalam fikiran masyarakat Israel, dengan demikian Israel dengan enteng melakukan teror yang dalam. Membunuh secara massal merupakan solusi bagi negara Israel yang ketakutan. Baca ;http://news.hosuronline.com/NewsD.asp?DAT_ID=722. 94% dari masyarakat Yahudi Israel mendukung genosida terakhir di Gaza. Konsekuensi yang sangat efektif. Total mayoritas Yahudi Israel tidak hanya berkata TIDAK untuk 'love thy neighbor' (cinta kepada tetangganya), tapi mereka juga sebenarnya berkata YA untuk genosida di tengah hari bolong. Israel telah memalingkan pemikiran mereka sendiri sehingga dorongan untuk berfikir bahwa 'tidak ada pilihan' selain perang 'untuk mencapai harapan' adalah kenyataan bahwa mereka adalah 'korban tidak bersalah'.
Sebenarnya,ini adalah khayalan atau disonansi kognitif paling inti dari posisi keberadaan Israel yang tidak mendapat restu itu. Israel telah tenggelam dalam gagasan ketidak-bersalahan sendiri, sebagaimana terungkap vahwa Israel selalu saja melimpahkan kesalahan dan dosa pada pihak lain. Total dari ketidakcocokan antara persepsi-Israel sendiri, yakni (rasa) 'tidak bersalah' dan manifestasi praktis Israel yaitu barbarisma yang tidak tertandingi, sehingga ini dapat menjadi bentuk detasemen parah di ambang kegilaan kolektif.

Kasus Shalit merupakan contoh nyata dari ketidakcocokan ini. Berulangkali kita diminta oleh para pejabat Israel dan lobbi Yahudi untuk menunjukkan belas kasihan kepada para prajurit yang bertindak sebagai penjaga pos di penjara terbesar dalam sejarah itu. Sayap kanan Amerika, misalnya, mungkin "cukup baik" untuk tidak menuntut kasihan dan empati kita terhadap marinir Amerika Serikat yang terluka di pos jaga di Teluk Guantanamo. Demikian pula, tidak banyak yang berani meminta rasa kasihan terhadap pleton Jerman yang melakukan tugas - yang mirip dengan Gilad Shalit - dalam sebuah kamp konsentrasi Eropa Timur pada awal 1940-an. Selain itu, siapapun bisa membayangkan jenis Yahudi apa yang berani melanggar hukum dengan kampanye imajiner sayap kanan, slogan white supremacist (supremasi ras kulit putih) yang berbunyi "Free Wolfgang Heim, Human Being, Aryan" (Bebaskan Wolfgang Heim, Manusia, Aryan)?.

Sejauh yang Saya fahami, Noam Shalit tertekan dengan nasib anaknya, saya harus memberitahu dia dengan harapan agar dia mempertimbangkannya. Anaknya Gilad bukannya tidak bersalah seperti malaikat. Dia layaknya orang Israel, tapi dia merupakan bagian dari Israel yang melakukan dosa. Ia adalah seorang serdadu dalam pasukan yang melayani kriminal yang melakukan kriminalitas yang menyebabkan kriminal perang. Saya dengan jujur menyarankan kepada Tuan Noam Shalit untuk mempertimbangkan dan merubah retorika itu. Ia harus turun dengan ungkapan berharap untuk meminta belas kasih Hamas. Anda mengakui tentang perbuatan anak Anda, dan dia bangga sebagai nasionalis militan Yahudi, maka, Anda perlu mengemis pada Hamas. Jika saya berada di tempat dia, saya mungkin akan memilih pilihan kedua. Noam Shalit telah jatuh pada sanderaan kosakata yang dibuatnya. Baik dia maupun anaknya telah menjadi sandera Hamas. Apapun, mereka berdua telah menjadi sandera projek nasionalis Yahudi yang akan membawa bencana mematikan pada setiap Yahudi. Mereka adalah tawanan penjahat perang terhadap 'tetangga-mu', penduduk sipil Palestina.

Mengingat kejahatan kemanusiaan yang dilakukan berulang kali oleh Israel, semua yang tertinggal untuk negara Yahudi hanyalah retorika pir yang benar-benar menjadi semakin elusional dan tidak efektif. Dengan demikian, saya tidak terlampau terperanjat ketika mengetahui bahwa Noam Shalit tidak hanya orang, tapi dia juga adalah seorang post modernist polemicist. "Pertahanan terhadap apa? Terhadap siapa?" Keajaiban ayah Shalit, adalah mencoba untuk mengabaikan Palestina dengan menjadikannya penyebab semuanya. Anda – Hamas- telah mengambil kami sebagai "sandera dari simbol-simbol yang terbaik di peperangan kemarin, untuk dunia kemarin, yang telah berubah menjadi pengakuan."

Tuan Shalit, saya ingin Anda katakan kepada kita semua: apa yang telah berubah'menjadi pengakuan' (kecuali dari dataran Gaza)? Harapan kita semua adanya penerangan karena sejauh yang dapat kita lihat, Anda sendiri masih tinggal di tanah Palestina yang dicuri, dengan menggunakan Al Kitab untuk membajak kenyataan sejarah yang jelas. Sejauh yang dapat kita lihat, anak-anak dan perempuan kalian masih terlibat dalam praktek-praktek kejam genosida selama enam dekade terakhir.

Tuan Shalit, saya sarankan kepada Anda untuk bangun, lebih cepat lebih baik. Tidak ada yang benar-benar berubah, setidaknya tidak di sisi Israel. Satu-satunya perubahan yang dapat saya lihat dan saksikan adalah sorak-sorai kenyataan bahwa Anda dan orang-orang Anda tidak menang lagi. Ya, Anda telah berhasil membunuh anak-anak, perempuan dan orang tua. Ya, Anda juga telah telah berhasil menjatuhkan senjata konfensional di kediaman penduduk warga sipil di bagian daerah di planet ini. Namun, anda gagal untuk memenangkan perang.

Kampanye militer Anda tidak mencapai apa-apa kecuali kematian dan pembunuhan besar-besaran. Tindakan kejam genosida yang Anda lakukan tidak lain tindakan membuka tabir projek Nasional Yahudi tentang bagaimana dan apa yang Israel mampu. Khayalan Anda telah lebur dibawah kata-kata, dan Hamas masih terus mengirim rudalnya ke Selatan Israel. Sekarang, di negara Yahudi sendiri telah merubah posisinya sebagai perwujudan setan. Jika ada 'perubahan menjadi pengakuan' maka dapat disaksaikan bahwa setelah Gaza kita semua tahu siapa Anda dan untuk apa Anda betindak!!!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar