Jumat, 13 Februari 2009

Mubarak dan Erdogan, Antara Fir'aun dan Pahlawan

Perang Gaza memang menyisakan kepedihan dan luka. Pedih, karena ketertindasan rakyat Palestina yang menjadi bulan-bulanan mesin-mesin perang zionis. Lebih dari 1400 orang gugur syahid dengan korban luka yang berjumlah lebih dari 5000 orang. Namun demikian, di balik derita itu ada senyuman. Senyum kemenangan, senyum kebanggaan dan senyum kemuliaan.

Namun sebenarnya yang merasakan kepedihan di satu sisi dan menyungging senyum di sisi lain bukan hanya rakyat Gaza. Perang sudah berakhir dan hasilnya pun sudah maklum. Jika Dunia Islam bersorak sorai menyambut kemenangan moqawamah Gaza dengan senyuman tersungging, ada pula yang memendam kesedihan. Lihat saja Mesir. Jika selama ini negeri Miramida itu dianggap sebagai negara Arab di front terdepan menghadapi Israel, kini anggapan itu sudah tidak ada lagi. Sebab, nyata-nyata Presiden Mesir Husni Mubarak menolak meringankan derita rakyat Gaza dan tak sudi mengabulkan desakan umat Islam yang memintanya untuk ‘hanya' membuka pintu Rafah. Pintu Rafah pun tak terbuka sampai perang usai dan Israel kalah meski telah menebar maut dan kehancuran di sana.

Di saat yang sama, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan yang bukan Arab malah tampil memukau. Erdogan yang negerinya menjalin hubungan kerjasama dengan rezim Zionis Israel, dengan lantang mengecam aksi brutal Zionis. Di pertemuan Davos, Erdogan malah membuat masyarakat dunia terkesima dengan aksi lantangnya yang menohok langsung ulu hati Presiden Israel Shimon Peres dengan kata-kata pedas dan aksi meninggalkan pertemuan.

Jika Erdogan dielu-elukan sebagai pahlawan pembelaan kepada Gaza dan Palestina dengan tindakannya itu, lantas gelar apakah yang disematkan ke dada Hunsi Mubarak? Sejak kemarin, media-media cetak Turki meliput kunjungan Husni Mubarak ke Turki dan melaporkannya secara rinci. Disebutkan bahwa Mubarak disambut oleh ribuan rakyat Turki pembela Palestina di alun-alun utama kota Istanbul. Namun sambutan itu bukan untuk mengelu-elukannya sebagai pahlawan, tetapi dengan menyematkan gelar pengkhianat untuk Presiden pewaris kekuasaan Anwar Sadat itu. Para demonstran malah menyebut Mubarak dengan sebutan Fir'aun Mesir.

Mesir memang saat ini sedang melakukan gerak diplomasi untuk mempertemukan faksi-faksi Palestina dan menjembatani terwujudnya rekonsiliasi nasional Palestina. Kunjungan Mubarak ke Turki dipandang sebagai upaya Kairo untuk menyertakan Ankara dalam proses ini. Diharapkan Turki bisa membantu terlaksananya proses rekonsiliasi nasional Palestina. Namun sebenarnya rekonsiliasi nasional Palestina hanya salah satu topik luar. Sebab yang sebenarnya dikejar oleh Mesir adalah mengupayakan gencatan senjata antara Hamas dan Rezim Zionis Israel. Mesir berupaya agar Hamas bersedia melakukan gencatan senjata permanen dan itu berarti Hamas tidak lagi menyerang Israel. Inilah target yang gagal diwujudkan Israel lewat mesin-mesin perangnya dan sekarang sedang diupayakan oleh Mubarak lewat diplomasi dengan menggaet Turki untuk ikut serta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar