Rabu, 18 Februari 2009

Menyoal Ideologi Multikultural

Setelah faham pluralisme agama difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), kini muncul lagi istilah multikulturalisme agama. Bahkan faham tersebut telah disebarluaskan di beberapa pesantren di Indonesia. Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Adian Husaini, mengatakan pihak MUI perlu mengkaji istilah multikulturalisme agama ini.

Adian Husaini kepada Republika, Jumat (13/2), mengatakan, "Faham multikulkturalisme ini sudah diajarkan, disebarluaskan dan ditulis di tengah masyarakat. Dari beberapa definisi multikulturalisme yang dikeluarkan tidak jauh berbeda dengan definisi pluralisme yang pernah difatwakan MUI."

Salah satu contoh, lanjut Adian, ada sebuah buku yang bertajuk 'Pendidikan Agama Berwawasan Multikulturalisme'. Buku ini telah disebarkan ke ormas-ormas Islam, yang isinya mengandung definisi pluralisme, dimana faham yang membenarkan seluruh agama, tidak mengklaim agamanya yang paling benar.

Adian menjelaskan faham ini merupakan faham yang populer di Barat, yakni yang memperlakukan adil terhadap semua orang. Seperti yang terjadi di Australia, mereka yang sebelumnya menindas satu etnis tertentu, dengan faham tersebut memberikan dampak positif, yakni keadilan terhadap semua penganut budaya.

Namun, lanjut Adian, memang semua tergantung definisi multikulturalisme yang diuraikan. Jika definisinya hanya menghormati budaya atau agama lain, maka hal itu tidak masalah. Dikatakannya, "Tapi jika definisinya tidak boleh meyakini atau membenarkan bahkan melepaskan keyakinan agama, itu yang kami tolak. Bukan hanya Islam yang akan menolah, Kristen juga akan menolaknya."

Hal-hal tersebutlah yang membuat Adian Husaini akhirnya mengusulkan kepada MUI untuk segera mengkaji faham multikulturalisme ini. Adian menambahkan untuk mencegah faham ini tersebar luas diperlukan klarifikasi atau penjelasan.

Dalam acara Cakrawala Indonesia, ada baiknya kami memperjelas kembali arti pluralisme yang kini dikaitkan dengan mulkulturalisme.

Arti kata Pluralisme dari sudut pandang bahasa sangat mudah dipahami. Plural berartikan banyak jumlah. Aslinya, dalam konteks peradaban barat, kata Pluralisme bermula dari adat-istiadat gereja pada abad-abad pertengahan. Diawal kemunculan istilah ini, seseorang yang memiliki banyak kedudukan gerejani (misalnya seorang pastor yang sekaligus politisi dan pedagang) disebut sebagai seorang pluralis. Dalam konteks kekinian, pluralisme memiliki pengertian yang berbeda-beda bergantung pada sudut pandangannya. Pengertian Pluralisme dapat diartikan secara politis, filsafat, sosial, dll.
Allamah Mizbah Yazdi, salah satu ulama intelektual, menawarkan empat terminologi Pluralisme serta mengkritisinya. Pertama, pluralisme adalah toleransi. Kedua, pluralisme berarti memandang sama sebagai satu hakikat. Ketiga, pluralisme memandang bahwa hakikat itu banyak bentuknya. Keempat, pluralisme berarti hakikat terdiri dari beberapa unsur dan masing-masing tersimpan dalam sebuah agama. Untuk lebih jelasnya, kami akan menguraikan empat terminologi pluralisme.
Terminologi pertama; pluralisme adalah Toleransi. Berdasarkan terminologi ini pluralisme artinya bahwa tidak seharusnya umat manusia saling memerangi. Hidup tentram dan tenang adalah harapan setiap umat manusia. Agama atau mazhab bukan kendala untuk hidup bertoleransi diantara para pemeluk agama yang berbeda.
Agama Islam sama sekali tidak menentang pluralisme sosial dalam pengertian ini. Bahkan Islam sangat menjunjung tinggi toleransi. Islam jelas-jelas menentang pemaksaan pendapat, apalagi bila dibarengi dengan kekerasan fisik. Setiap manusia berhak memilih pendapatnya sendiri, berhak memilih agama, partai atau mazhabnya sendiri, namun pada saat yang sama manusia juga harus menghormati orang lain yang memiliki pilihan berbeda dengan dirinya. Jika mulkuturalisme diartikan demikian, Islam akan menilia positif pandangan tersebut.
Dalam Islam, toleransi adalah konsep yang sangat mulia. Toleransi adalah norma dan etika yang bisa ditemukan pada kefitrian insani. Sebaliknya, perpecahan konflik, apalagi pertumpahan darah diantara umat beragama adalah sesuatu yang berlawanan dengan hati nurani. Ukuhuwah dan toleransi adalah pesan abadi Qurani yang berulang-ulang disampaikan oleh para Nabi yang suci. Perhatikan ayat-ayat al-Quran yang menekankan Pluralisme (dalam pengertian toleransi) berikut ini. Allah dalam suarat Al-Mumtahanah berfirman, "Allah tiada melarang kamu untuk berlaku adil serta berlaku baik terhadap mereka yang tidak memerangi kamu karena agama dan (terhadap mereka yang) tidak mengusir kamu dari rumahmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang yang adil". Jelas sekali bahwa keharusan berbuat adil dan berlaku baik terhadap orang lain yang berbeda keyakinan adalah pilar terpenting dari konsep pluralisme dalam pengertian toleransi.
Pada ayat lain, al-Quran juga memerintahkan umatnya untuk mendengarkan perkataan atau pendapat orang lain. Dengan akalnya, manusia harus menentukan mana yang benar, dan ia dengan sendiri harus mengikuti kebenaran. Allah SWt dalam surat az-Zumar, ayat 17-1 mengatakan, "Sampaikanlah kabar gembira kepada yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik dari kata-kata itu; mereka itulah orang-orang yang mendapatkan bimbingan Allah; mereka itulah orang-orang yang menggunakan pikiran".
Terbuka untuk mendengarkan kata-kata orang lain untuk sebelum akhirnya mengambil keputusan atau pilihan, jelas merupakan karateristik seorang pluralis dalam pengertian toleransi tadi.
Terminologi kedua pluralisme, memandang sama sebagai satu hakikat. Dalam pandangan ini, perbedaan antara agama-agama yang ada terjadi karena perbedaan interpretasi, bukan kerena perbedaan esensi agama itu sendiri. Oleh karenanya, kebenaran hakiki bukan milik satu golongan. Manusia terkadang memahami hakikat didalam agama Yahudi, terkadang juga memahaminya didalam agama lainnya. Setiap orang memahami hakikat agama sesuai dengan inteletualitas dan latar belakang kehidupannya. Tidak ada yang berhak mengklaim pemahaman pribadinya atas hakekat sebagai yang paling benar.
Dalam pengertian ini, agama dianggap semata-mata rekayasa akal. Karena setiap orang memiliki akal, mereka berhak menafsirkan hakikat. Terminologi kedua ini juga menjadikan hakikat sebagai sesuatu yang tidak dapat dipahami manusia sepenuhnya. Islam jelas berkeberatan dengan konsep pluralisme dalam pengertian semacam ini. Jika multikulturalisme diartikan demikian, Islam menolak keyakinan semacam ini. Al-Quran dalam surat al-Kahfi, ayat 4-5 menyebutkan, "(Al-Quran ini diturunkan) untuk mengingatkan mereka yang berkata, ‘Allah itu berputra'. (Sebenarnya) tiada ilmu pada mereka tentang yang demikian itu, tidak juga pada nenek moyang mereka. Betapa buruknya kata-kata yng keluar dari mulut mereka. Apa yang meraka katakan itu dusta belaka".
Disebutkan pula, manusia tidak akan pernah sampai pada hakekat kebenaran. Manusia bahkan tidak akan mampu membuktikan hakekat kebenaran bahwa Tuhan itu ada atau tidak, apalagi kalau harus membuktikan bahwa Tuhan itu satu atau banyak. Pandangan semacam ini sangat aneh dan absurd.
Terminologi ketiga pluralisme, memandang hakikat banyak wajah. Berbeda dengan terminologi kedua (yang mengatakan hakikat itu satu dan terjawantahkan dalam berbagai agama yang merupakan hasil penafsiran seseorang terhadap hakikat tersebut), terminologi ketiga ini justru menyatakan bahwa hakikat itu banyak. Oleh karenanya, semua agama yang ada itu benar.
Untuk mengkritisi pernyataan tersebut , kita bisa menggunakan kaidah istihalah ijtima'an-naqidhain (prinsip non-kontradiksi). Kaidah logika ini menyatakan bahwa tidak mungkin sesuatu itu ada dan tidak ada pada saat yang bersamaan. Contoh sederhananya, tidak mungkin kita menyatakan bahwa kucing adalah bukan kucing.
Pluralisme dalam terminologi ketiga ini menyatakan semua agama itu memiliki hakikat kebenaran. Islam yang monotheis benar. Kristen yang politheis juga benar. Dalam konteks ini, mungkinkah akal kita bisa menerima kebenaran dua hal yang kontradiktif ini? Mungkinkah Tuhan itu satu dan pada saat yang sama Tuhan itu tiga? Atau, bagaimana mungkin kita membenarkan atheisme dan pada saat yang sama membenarkan theisme? Mungkinkah Tuhan itu ada dan pada saat yang sama tidak ada? Jika multikulturalisme diartikan demikian, Islam pun akan menolak terminologi tersebut.
Terminologi keempat pluralisme, hakikat yang terbagi. Menurut terminologi keempat ini, agama tidak dapat dipahami sebagai sebuah keyakinan komprehensif. Sebuah agama hanyalah sebuah saham hakikat. Artinya, sebuah hakikat yang utuh itu terpecah-pecah, sebagiannya tersimpan didalam agama Islam, sebagian yang lain terdapat di dalam agama Kristen, dan sebagian lainnya terdapat pada agama-agama lainnya. Ringkasnya, tidak ada agama yang paripurna, yang terkumpul didalamnya sebuah hakikat yang utuh.
Kaum pluralis dalam menyikapi hal ini menawarkan sebuah pemahaman Pluralisme agama. Dengan demikian, pluralisme agama tanpa disadari menjadi sebuah "agama" baru yang diciptakan oleh manusia. "Agama" pluralislah yang paling benar diantara agama-agama yang ada. Jika multikulturalisme diartiakn demikian, Islam pun akan menolak pemahaman tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar