Rabu, 18 Februari 2009

Hillary Datang, Indonesia Eufora Berlebihan

Rabu (18/2/09) hari ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham ‎Clinton (62) tiba di Jakarta dan dijadwalkan bertemu dengan sejumlah ‎pejabat pemerintahan, termasuk Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda ‎dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hillary memulai kunjungan ‎kenegaraannya sejak 17 Februari hingga 22 Februari. Selama delapan ‎hari, mantan salah satu pengacara ulung AS ini dijadwalkan mengunjungi Jepang, ‎Indonesia, Korea Selatan, dan China.‎


Indonesia merupakan negara Muslim pertama yang dikunjungi mantan ‎Senator New York ini sejak dilantik menjadi Menteri Luar Negeri AS satu ‎bulan lalu. Kunjungan Hillary ke Asia Timur dan Tenggara merupakan ‎pendekatan diplomasi baru di bawah pemerintahan Presiden AS Barack ‎Obama. Demikian dilaporkan Situs Koran Kompas.‎

Terkait kunjungan Hillary ke Indonesia, Menlu Hassan mengatakan, ‎kredibilitas Indonesia yang semakin kuat di mata AS merupakan salah ‎satu alasan mengapa Indonesia dipilih menjadi salah satu dari sedikit ‎negara yang dikunjungi Hillary. Hal lainnya adalah keberhasilan Indonesia ‎menjadi model di mana demokrasi, Islam, dan modernitas dapat berjalan ‎beriringan. ‎


Hal yang sama diungkapkan oleh pengamat luar negeri Teuku Rezasyah ‎dari Universitas Padjajaran. Dikatakannya, "Kunjungan Hillary bukan ‎hanya sekadar nostalgia Presiden Obama. Indonesia telah berhasil dalam ‎proses demokratisasi." ‎


Memperhatikan pernyataan pejabat dan pengamat Indonesia, mereka ‎terjebak dalam eufora yang berlebihan ketika mengomentari kedatangan ‎Hillary ke Indonesia. Jakarta semestinya bersikap lebih waspada dalam ‎menanggapi kedatangan Menlu AS. Indonesia yang dikenal dengan negeri ‎muslim terbesar di dunia, tidak seharusnya mereaksi kunjungan tersebut ‎secara berlebihan. Terlebih, AS hingga saat ini belum menunjukkan ‎indikasi perubahan secara serius. Anggota DPR, Abdillah Toha disaat ‎diwawancarai IRIB mengatakan, " Menanggapi perubahan politik AS, kita ‎harus bersikap menunggu kebijakan Washington; Apakah Gedung Putih ‎akan melakukan perubahan secara serius atau tidak? " Lebih lanjut ‎Abdillah Toha mengibaratkan AS seperti tank besar yang susah membelok. ‎Untuk itu, Abdillah Toha lebih cenderung bersikap tidak terlalu ‎mengharapkan perubahan politik AS.‎

Kemudian, Juru Bicara Kepresidenan Dino Pati Djalal mengatakan, salah ‎satu pokok bahasan antara Presiden SBY dan Hillary adalah proposal ‎perdamaian Palestina. Dalam Cakrawala Indonesia sebelumnya, kami ‎mengingatkan bahwa ada empat tuntutan bangsa Palestina mengenai ‎gencatan senjata dengan Rezim Zionis Israel. bangsa Palestina menuntut ‎pembukaan pintu-pintu gerbang Palestina, pencabutan aksi blokade ‎terhadap Jalur Gaza, penghentian serangan ke kawasan-kawasan ‎otonomi Palestina dan pembebasan tahanan Palestina. Bahkan ‎perkembangan terbaru, Palestina juga menuntut adanya kawasan ‎terlarang atau bebas aktivitas militer yang berjarak 300 metera antara ‎Jalur Gaza dan Palestina pendudukan atau Israel. Itu semua adalah ‎tuntutan yang tak bisa ditawar-tawar oleh bangsa Palestina yang harus ‎didukung pemerintah Indonesia.‎

Indonesia harus bersikap tegas mengenai Palestina. Jika mengambil ‎langkah standar ganda atau mencari aman di mata AS yang dalam ‎konteks ini adalah pendukung utama Rezim Zionis Israel, pemerintah ‎Indonesia dapat terkucilkan di dunia. Perjuangan atau moqawamah ‎Hamas harus diapresiasi pemerintah Indoensia. Menyikapi masalah ‎Palestina dan serangan Israel akhir-akhir ini, Indonesia selama ini ‎mengambil langkah yang cukup bijak. Bahkan, pemerintah Indonesia ‎sempat menolak resolusi PBB yang dinilai terlalu lembek dalam menyikap ‎arogansi Israel. Sikap semacam ini harus dipertahankan hingga akhir. ‎Jangan sampai kedatangan Hillary membuat sikap tegas Indonesia ‎terhadap Israel menjadi mlempem. ‎


Kami sangat mengapresiasi sikap Abdillah Toha, anggota DPR dari Fraksi ‎PAN yang bersikap cerdas dalam menanggapi perkembangan politik ‎internasional. Bahkan Abdillah Toha ketika diwawancarai IRIB menyatakan ‎secara tegas bahwa muslim yang berakal pasti mendukung perjuangan ‎Hamas. Terlebih, Hamas selama ini membuktikan pembelaan ‎sesungguhnya pada bangsa Palestina.‎

Sikap Abdiillah Toha dalam menanggapi perkembangan politik ‎internasional, termasuk mengenai perubahan politik AS, harus ditiru oleh ‎pejabat dan analis politik Indonesia. Dengan demikian, para pejabat dan ‎pengamat tidak terjebak dalam eufora yang berlebihan ketika didatangi ‎Hillary.

‎Pengamat luar negeri dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, juga ‎menyinggung bahwa beberapa pihak juga menyarankan agar Pemerintah ‎Indonesia membahas mengenai keberadaan korporasi AS di Indonesia, ‎khususnya pertambangan. Menurutnya, jika tidak segera dibahas di ‎pertemuan-pertemuan formal, hal tersebut dapat menjadi bom waktu bagi ‎pemerintah yang sewaktu-waktu dapat meledak.‎

Harian Kompas edisi 15 Februari 2009 juga melansir sejumlah korporasi ‎tambang di Indonesia yang diduga melanggar Foreign Corrupt Practices ‎Act (FCPA). FCPA adalah sebuah peraturan di AS yang lahir pada 1977 ‎dan direvisi 1988. Peraturan tersebut melarang semua korporasi AS yang ‎beroperasi di luar negeri menyuap para pejabat negara di tempatnya ‎beroperasi.‎

Pada dasarnya, banyak hal yang harus dibahas. Di antara masalah-‎masalah yang harus dibahas dengan AS adalah kasus Freeport dan Blok ‎Cepu.Tentunya, kita semua mengetahui, PT. Freeport adalah perusahaan ‎tambang emas terbesar di Indonesia. Sejak tahun 1967 perusahaan ini ‎telah beroperasi melakukan eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang di ‎Pegunungan 'surga dunia' Grasberg, Timika. Semula, hanya ditemukan ‎bijih tembaga, namun sejak tahun 1988, ditemukan deposit emas yang ‎diperkirakan mencapai 2,8 milyar metrik ton bijih. Belakangan, diakui ‎sebagai kandungan emas terbesar di dunia. Hingga kini perusahaan yang ‎bermarkas di New Orleans, AS itu mampu memproduksi 200.000 ribu ton ‎bijih emas setiap harinya (PR, 18/3). Nama Freeport pun kian melambung, ‎hingga pernah menjadi salah satu perusahaan yang dibanggakan. Hingga ‎tahun 2005, Freeport masih berada di posisi 12 besar perusahaan ‎terfavorit

Sementara pendapatan perusahaan pada tahun 2005, sebagaimana ‎dilansir The Australian News, dipastikan mengeruk keuntungan sebesar ‎US$ 1,2 miliar dari total pendapatan US$ 4,2 miliar. Selama tahun 2005, ‎total penghasilan langsung pemerintah Indonesia dari Freeport diklaim ‎sekitar US$ 880 juta. Secara prosentase, tentunya angka itu sangat kecil. ‎Kondisi terakhir, Indonesia hanya memiliki 9, 36 % saham.‎

Belum lagi usai kisruh Freeport, Exxon Mobile Oil memboyong gelar ‎panglima operasi Blok Cepu. Exxon yang telah mengambil alih ‎kepemilikan saham PT Humpuss sejak tahun 2000 tetap memegang ‎kendali operasi terhadap eksploitasi kilang minyak yang diperkirakan ‎mengandung cadangan sekitar 11 miliar barrel itu. Ironis, ibarat ‎menyerahkan posisi kepala keluarga kepada tamu yang bukan penghuni ‎rumah.‎

Mengenai Blok Cepu, Revrisond Baswir, seorang pengamat Ekonomi ‎UGM, berharap SBY bisa bersikap seperti Presiden Venezuela, Hugo ‎Chavez, yang berani menentang tekanan AS, hingga ia memutuskan ‎untuk mengelola sendiri cadangan minyaknya

Memang, fenomena ini merupakan satu keprihatinan bagi kita, sebagai ‎bangsa yang tengah merangkak menghadapi berbagai krisis. Bangsa yang ‎ternyata tak kunjung meraih kepercayaan dirinya untuk mencoba mandiri ‎dan berdiri tegak mengukir prestasi. Sudah saatnya bagi kita untuk ‎melepaskan diri dari cengkeraman bangsa-bangsa yang haus kekuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar