Kamis, 26 Februari 2009

Kudeta Gaya Baru Arab Saudi; Dari Wahhabisme Menjadi Sekularisme

Pembaruan berani itu juga ditandai dengan penunjukkan veteran ahli pendidikan Noura Al-Fayez sebagai wakil menteri pendidikan untuk wanita, jabatan paling tinggi yang pernah diberikan kepada wanita di kerajaan Arab Saudi. Wakil menteri pendidikan yang sampai saat ini masih tidak diperkenankan mengendarai mobilnya sendiri hinga ke tempat kerjanya. Ia bahkan tidak boleh pergi dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa dibarengi suami atau salah seorang anggota keluarganya dengan mobil.

Wahabi
Ulama Wahabi
“Pembaruan yang berani,” begitu tulisan surat kabar Al-Hayat dalam headline hari Sabtu (16/02). Raja Abdullah mengumumkan prombakan besar pertama pemerintah sejak ia menjadi Raja Arab Saudi 3 Agustus 2005 dengan menunjuk empat menteri baru, mengganti sejumlah pemimpin penting pengadilan dan merombak Dewan Ulama.

Pembaruan berani itu juga ditandai dengan penunjukkan veteran ahli pendidikan Noura Al-Fayez sebagai wakil menteri pendidikan untuk wanita, jabatan paling tinggi yang pernah diberikan kepada wanita di kerajaan Arab Saudi. Wakil menteri pendidikan yang sampai saat ini masih tidak diperkenankan mengendarai mobilnya sendiri hinga ke tempat kerjanya. Ia bahkan tidak boleh pergi dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa dibarengi suami atau salah seorang anggota keluarganya dengan mobil.

Gebrakan Raja Abdullah ternyata disikapi tidak tanggung-tanggung oleh televisi Alarabiya yang saham terbesarnya adalah milik para pengeran Arab Saudi. Beberapa hari setelah perubahan berani Raja Abdulah televisi Alarabiya menayangkan selama 10 menit pertandingan sepak bola wanita Arab Saudi di kota Jiddah.

Namun masalah sebenarnya adalah apakah pembaruan ini hanya sekedar taktik belaka atau memang satu hal yang dibutuhkan oleh Dinasti Al-Saud ini? Karena perubahan ini tidak lepas dari transformasi regional dan pemerintah baru Demokrat di Amerika. Perubahan yang dilakukan Raja Abdullah hanya sebulan lebih dari berakhirnya perang Gaza (17/01) dan kunjungan Utusan Khusus Amerika untuk Timur Tengah George Mitchell ke Riyadh tanggal 2 Februari.

Perubahan itu untuk merespon opini dalam negeri dan regional yang cenderung mengecam sikap bungkam Arab Saudi dalam perang 22 hari Gaza (27 Desember hingga 17 Januari). Bahkan pernyataan-pernyataan transparan para pejabat Rezim Zionis Israel malah menyebut sejumlah negara-negara Arab yang meminta mereka untuk menyerang dan menghancurkan muqawama Palestina. Tidak ada reaksi atas pernyataan-pernyataan itu oleh pihak Arab Saudi semakin menyudutkan posisi negara ini. Kedatangan George Mitchell, Utusan Khusus Amerika untuk Timur Tengah sejatinya juga punya andil dalam pembaruan yang dilakukan oleh Raja Abdullah agar dapat sejalan dengan kebijakan pemerintah baru Amerika.

Struktur Kekuasaan di Arab Saudi
Abdul Aziz bin Saud (Ibnu Saud) pada tahun 1932 menguasai Arab Saudi setelah mengalahkan seluruh kabilah dan kemudian mendirikan Dinasti Al-Saud. Sistem kerajaan yang hingga sekarang dikuasai oleh anak keturunannya.

Abdul Aziz mengawini sejumlah wanita dari berbagai kabilah untuk memperkokoh kekuasaannya. Tidak ada data persis mengenai berapa isteri dan anaknya, namun diperkirakan anaknya berjumlah 50 hingga 200 orang. Setelah beranak pinak diperkirakan saat ini jumlah keturunan raja ini berjumlah 20 hingga 30 ribu orang. Satu jumlah yang cukup besar dengan mengingat umur dinasti ini belum seabad. Perlu diketahui dengan jumlah sebanyak itu tidak heran bila semua posisi di pemerintahan dipegang oleh keturunan Ibnu Saud.

Kelompok paling berpengaruh di Arab Saudi adalah keluarga kerajaan dan keturunan Ibu Saud. Keluarga Ibnu Saud atau keturunan Al-Saud memiliki berbagai cabang. Secara keseluruhan bila dihitung mulai dari pusat hingga cabang keluarga ini kembali pada lebih dari seribu orang.

Bila kita ingin mengelompokkan Dinasti Al-Saud dalam beberapa keluarga, ada empat keluarga besar. Tidak seperti yang dibayangkan selama ini, empat keluarga besar ini tidak terlepas dari friksi dan konflik. Sekalipun Raja Fahd semasa hidupnya berusaha untuk menyatukan mereka, tetap saja tarik-menarik dan ketegangan politik mewarnai hubungan mereka.

Keluarga asli Dinasti Al-Saud adalah Al-Faisal yang sejatinya adalah cucu dari Abdul Aziz, kakek Faisal bin Turki. Jumlah keluarga Al-Faisal diperkirakan lebih dari 4 ribu orang. Keluarga Al-Faisal memegang posisi diplomasi negara ini. Saud Al-Faisal saat ini adalah Menteri Luar Negeri Arab Saudi dan sebelum ini menjabat sebagai Kepala Intelijen Arab Saudi dan Duta Besar Arab Saudi di Amerika. Saat ini selain menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, Saud Al-Faisal juga menjadi penasehat Raja Abdullah. Saud Faisal berasal dari keluarga besar Al-Faisal.

Masalah yang melilit keluarga ini kembali pada Abdul Aziz yang memiliki banyak isteri dan dari setiap isteri memiliki banyak anak. Sejak saat itu pula dalam keluarga ini dikenal istilah saudara kandung dan saudara tiri yang pada gilirannya menjadi sumber berbagai masalah.

Pada tahun 1982 Fahd dinobatkan sebagai Raja Arab Saudi. Ia berasal dari keluarga paling berpengaruh Al-Sudayri yang merupakan cabang keluarga Al-Saud. Raja Abdullah adalah enak keempat laki-laki dari Abdul Aziz bin Abdurrahman, pendiri kerajaan Arab Saudi. Raja Abdul Aziz meninggal pada tahun 1953 dan anak-anakya berturut-turut menjadi raja; Saud (1953-1964), Faisal (1965-1975), Khalid (1975-1982) dan Fahd (1982-2005).

Fahd bin Abdul Aziz berasal dari kabilah Al-Sudayri, satu kabilah paling berpengaruh di Arab Saudi pada tahun 1959 menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan pada tahun 1975 dinobatkan sebagai putra mahkota Arab Saudi di masa Raja Khalid. Akibat penyakit yang diderita Raja Khalid, Fahd kemudian diangkat menjadi Raja Arab Saudi.

Fahd memiliki 7 saudara kandung. Sultan, Menteri Pertahanan, Nayef, Menteri Dalam Negeri dan Salman sebagai Gubernur Riyadh merupakan tiga saudaranya dari 7 saudara kandungnya. Pangeran Sultan dan Salman merupakan penasehat terdekat Fahd. Selain 7 saudara kandung, Fahd juga memiliki 7 saudara tiri. Mayoritas saudara kandungnya berasal dari isteri-isteri ayahnya yang berasal dari kabilah Al-Sudayri.

Abdullah bin Abdul Aziz, saudara tiri Fahd pada akhirnya menjadi Raja Arab Saudi. Ia mengangkat Pangeran Sultan bin Abdul Aziz sebagai putra mahkota yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Pengangkatan Sultan bin Abdul Aziz menuai kritikan dari keluarga kerajaan, bahkan Sultan bin Abdul Aziz juga banyak menolak kebijakan—kebijakan Raja Abdullah.

Berdasarkan Undang-Undang Arab Saudi, hanya anak laki-laki Abdul Aziz bin Saud yang berhak menjadi raja dan yang dipilih adalah yang tertua di antara mereka.

Raja Abdullah tidak memiliki saudara kandung laki-laki. Kondisi ini membuatnya rajin melakukan pendekatan dengan saudara-saudara laki tirinya dan keponakan laki dan perempuannya. Ia juga membangun jaringan penting dalam melakukan hubungan dengan para sheikh, kelompok-kelompok agama, kepala-kepala kabilah, kalangan teknokrat dan mazhab-mazhab lain. Dengan cara ini ia dapat melakukan hubungan dengan semua kalangan yang berujung pada kemampuannya untuk mengontrol kekuasaannya.

Para analis menilai pembaruan berani yang dilakukan beberapa waktu lalu oleh Raja Abdullah masih terkait dengan jaringan yang dibangunnya untuk melanggengkan kekuasannya. Sejatinya Raja Abdullah tengah berusaha menyeimbangkan kekuatan yang berada di pemerintahan, sekaligus memperkuat kelompok-kelompok yang mendukungnya.

Selain keluarga Al-Faisal, keluarga terpenting kedua Al-Saud adalah Al-Tsanayan. Keluarga ini menjadi penting karena menjadi sekutu terdekat Al-Sudayri yang membuatnya memiliki peran menentukan dalam struktur politik Arab Saudi.

Keluarga ketiga yang memiliki pengaruh di lingkungan keluarga Al-Saud adalah keluarga Al-Jailawi. Mereka berasal dari keturunan saudara Faisal bin Turki, kakek Abdul Aziz.

Keluarga berpengaruh keempat Dinasti Al-Saud adalah Al-Kabir. Berbeda dengan tiga keluarga sebelumnya, keluarga Al-Kabir bukan berasal dari cucu Abdul Aziz , tetapi berasal dari generasi pertama keponakan Abdul Aziz bernama Saud Alu Kabir.

Selain keluarga istana, ulama dan para pemimpin agama merupakan kelompok berpengaruh dan kritis terhadap kebijakan dan pemerintah Arab Saudi. Kabilah-kabilah juga merupakan kelompok berpengaruh dalam struktur kekuasaan. Arab Saudi memiliki 8 kabilah utama dengan sedikitnya 15 kabilah cabang.

Keluarga pedagang konsevatif yang kekayaan mereka tidak kurang bila dibandingkan dengan keluarga Al-Saud merupakan kelompok lain yang punya pengaruh atas kebijakan dan politik negara ini. Kelompok baru yang punya pengaruh di Arab Saudi adalah kalangan profesional. Kelompok ini tumbuh menjadi penting akibat perubahan sosial yang bersumber dari berbagai program pembangunan. Mereka berasal dari kalangan elit masyarakat dan para lulusan luar negeri yang terdiri dari kalangan pedagang dan rakyat miskin.

Kelompok terakhir yang punya pengaruh paling kecil terhadap kebijakan dan pemerintah adalah orang-orang Syiah Arab Saudi yang kebanyakan bertempat tinggal di timur negara ini. Orang-orang Syiah yang jumlahnya tidak begitu banyak adalah kelompok yang paling didiskriminasi dalam masyarakat Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi sampai saat ini belum memberikan mereka kesempatan untuk ikut serta dalam pentas politik.

Suksesi dan Persaingan Kekuasaan di Arab Saudi
Kenyataan semakin memburuknya kesehatan Putra Mahkota Sultan bin Abdul Aziz masalah suksesi Raja Abdullah yang telah berusia 86 tahun menjadi masalah terbesar di negara petro dolar ini. Jabatan Sultan bin Abdul Aziz selain Putra Mahkota juga sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Pertahanan dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Arab Saudi sejak tiga bulan lalu harus bolak balik Austria, Maroko dan Amerika untuk mengobati penyakitnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya pribadi besar di tengah keluarga kerajaan sebagai pengganti Raja Abdullah. Ketiadaan tokoh yang layak menggantikan Raja Abdullah bakal memunculkan ketegangan baru, bahkan konflik di antara keluarga besar Arab Saudi. Sekalipun sebagian orang melihat Pangeran Nayef bin Abdul Aziz yang juga Menteri Dalam Negeri disebut-sebut layak untuk menggantikan Raja Abdullah.

Situs You Tube baru-baru ini menayangkan film persaingan pangeran-pangeran Arab Saudi untuk menggantikan Raja Abdullah. Dalam film tersebut dijelaskan mengenai penyakit yang diidap Putra Mahkota Sultan bin Abdul Aziz dan konspirasi para pangeran satu dengan lainnya untuk menggantikan Raja Abdullah.

Menarik mencermati analisa surat kabar Alquds Alarabi yang menyebut pengobatan Putra Mahkota Sultan bin Abdul Aziz ke luar negeri dan perombakan kabinet dan lembaga-lembaga penting tidak lebih dari sebuah kudeta. Hal itu dilakukannya mengingat menteri-menteri sebelumnya lembaga-lembaga ini tidak mampu melaksanakan tugasnya. Uniknya pemerintah Arab Saudi meminta seluruh media massa milik pemerintah untuk meliput perombakan besar-besaran ini di Gedung Kerajaan.

Bila Putra Mahkota Sultan bin Abdul Aziz berusia 85 tahun ini lebih dahulu meninggal dari Raja Abdullah (86), putra mahkota baru harus segera ditentukan. Resminya, penentuan putra mahkota menjadi hak Raja Abdullah, namun ia pada tahun 2006 membentuk sebuah badan bernama “Baiat” yang terdiri dari anak dan cucu Abdul Aziz yang tugasnya memilih putra mahkota dan raja selanjutnya.

Namun sumber-sumber Suriah menyebut pembaruan yang dilakukan Raja Abdullah, selain strategi untuk menciptakan hubungan baru dengan pemerintah Demokrat Amerika, sebenarnya perubahan ini untuk menyiapkan putra mahkota baru. Sumber-sumber ini menyebut Raja Abdullah tengah mempersiapkan menantunya Pangeran Faisal bin Abdullah menjadi putra mahkota Arab Saudi. Arab Saudi tengah mempersiapkan wajah baru pemerintahnya yang lebih moderat guna dapat berjalan bersisian dengan slogan perubahan Obama.

Penunjukkan Faisal bin Abdullah menempati pos baru sebagai Menteri Pendidikan sejatinya upaya Raja Abdullah untuk meningkatkan pengalamannnya, setelah sebelum ini ia pernah menduduki jabatan penting di Dewan Garda Nasional Saudi dan Wakil Ketua Dinas Rahasia Arab Saudi (GID). Faisal bin Abdullah juga dikenal sebagai pemikir ketimbang pangeran-pangeran yang lain. Tentu saja penunjukkan Faisal bin Abdullah sebagai Menteri Pendidikan Arab Saudi guna memperbarui sistem pendidikan Arab Saudi. Sangat mungkin sekali dalam waktu dekat Faisal akan diberikan jabatan lain, sehingga layak menjadi putra mahkota. Pangeran Faisal anak Nuf binti Abdul Aziz saudari kandung Raja Abdullah yang kini menikahi anak Raja Abdullah.

Dari Wahhabisme Hingga Sekularisme
Raja Abdullah mengganti beberapa pejabat teras pemerintahannya yang berideologi Wahhabi dengan orang-orang yang dianggap lebih toleran secara religi, berpikiran reformis dan dengan ikatan kerja yang dekat dengan raja.

Penunjukkan Pangeran Faisal bin Abdullah sebagai Menteri Pendidikan Arab Saudi memang tepat. Karena kementerian ini sebelumnya kurikulum yang memberi doktrin pada pelajar tentang ideologi kebencian dan kekerasan terhadap agama lain (Wahhabi). Mereka mengajarkan sebagai bagian dari perintah agama penanaman kebencian terhadap selainnya bahkan kepada Ahlu Sunnah dan Syiah. Seperti yang ditunjukkan Laporan Juli 2008, budaya kebencian terhadap non-Wahhabi masih tetap ada dalam buku-buku bacaan kajian Islam terbitan pemerintah Arab Saudi. Buku-buku bacaan ini diwajibkan di seluruh sekolah umum Arab Saudi dan mendominasi kurikulum Saudi dalam kelas-kelas yang lebih tinggi. Kementerian memuat isi teks ini secara penuh dalam situsnya dan penguasa Wahhabi mengirimnya gratis ke masjid-masjid dan sekolah-sekolah dan perpustakaan muslim di seluruh dunia.

Pangeran Faisal bin Abdullah yang dikenal pemikir dan moderat juga dikenal cakap dalam memeriksa kurikulum. Dan dikemudian hari kita akan menyaksikan di Arab Saudi yang lebih moderat (baca: sekuler).

Raja Abdullah juga menggantikan Kepala Dewan Mahkamah Agung, Sheikh Saleh al-Luhaidan, yang selama ini dituding menghalangi upaya reformasi dengan Saleh bin Humaid. Sheikh Luhaidan telah menduduki pos ini selama lebih dari 40 tahun. Selama ini Luhaidan amat terkenal karena beberapa kebijakan ”tegas” yang berpijak pada ajaran konservatif. Salah satu pernyataan tegas pernah diutarakan Luhaidan, September lalu, untuk menanggapi program-program di stasiun TV satelit. Menurut Luhaidan, pemilik stasiun TV satelit yang menayangkan program ”tidak bermoral” harus dibunuh.

Ia juga mengganti kepala polisi agama Muttawa, Sheikh Ibrahim Al-Ghaith, yang telah memimpin kampanye agresif di media massa bagi pelaksanaan keras adat-istiadar Islam dan menantang tokoh lain yang lebih liberal dalam pemerintah. Sheikh Ibrahim Al-Ghaith diganti dengan Abdul Azia bin Huamin yang lebih moderat.

Perubahan lain yang dilakukan oleh Raja Abdullah dengan menambah jumlah anggota Dewan Ulama dari 120 menjadi 150 anggota. Untuk pertama kalinya, Raja Abdullah menunjuk utusan dari empat sekolah hukum agama Islam Sunni di dalam Dewan Ulama. Sebelumnya hanya tokoh atau perwakilan dari sekolah-sekolah Hambali yang mendominasi di Dewan Ulama. Akibatnya, yang mendominasi di dewan itu hanya ajaran Wahhabi, versi Arab Saudi konservatif.

Raja Abdullah juga memerintahkan tiga tokoh Syiah Arab Saudi; Muhammad Al-Khanizi, Jamil Al-Khairi dan Said Al-Sheikh menjadi anggota di Dewan Ulama. Perintah ini dianalisa sebagai kemungkinan dikeluarkannya perintah Raja Abdullah kepada beberapa ulama Syiah untuk menjadi anggota Forum Ulama Islam negara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar