Hussein Shariatmadari
Cucu politik dan akidah Abu Lahab ini memang sudah pikun bahwa kerjasamanya dan Hosni Mobarak dengan Rezim Zionis Israel dalam pembantaian massal rakyat tertindas Gaza tidak akan pernah dilupakan dan pasti mereka akan mendapatkan hukuman atas perbuatan mereka. Sekalipun sangsi ini berat, namun tidak punya efek jera di dunia. Karena orang akan jera akibat sangsi berat setelah mendapat sangsi itu di dunia.
1. Seorang pengasuh tengah berusaha membuktikan dirinya lebih sayang ketimbang seorang ibu dengan menunjukkan cintanya kepada anak kecil dengan menyanyikan lagu nina bobo. Namun anak tahu betul betapa ia sering dipukul oleh sang pengasuh saat ayah dan ibunya tidak berada di tempat. Oleh karenanya, ia tentu tidak akan menyukai nina bobo yang didendangkan sang pengasuh, bahkan dendangan itu malah menyakitinya. Setengah jam setelah mendengarkan lagu yang dinyanyikan pengasuhnya, anak kecil itu dengan suara tinggi agar ayah dan ibunya mendengar apa yang diucapakannya dengan mengatakan, “Cukup sudah nina bobo-nya! Sekarang tutup mulutmu dan jangan sakiti telingaku. Aku ingin tidur
2. Raja Arab Saudi Abdullah di hadapn kejahatan buas Rezim Zionis Israel atas rakyat tertindas dan tak berdosa Gaza tidak hanya menutup mulutnya rapat-rapat, tapi berdasarkan fakta-fakta yang ada seperti berkali-kali pengakuan Presiden Rezim Zionis Israel Simon Peres dan PM Israel Ehud Olmert bahwa Arab Saudi mendorong mereka untuk membantai rakyat Gaza dan selama 22 hari proses pembersihan etnis di Gaza, Arab Saudi melarang dan mengharamkan setiap aksi unjuk rasa rakyat menentang agresi Israel! Sementara sehari setelah gencatan senjata (19/01/2009) dalam pidatonya di pertemuan ekonomi kepala-kepala negara Arab di Kuwait secara sederhana berusaha menutupi kerjasamanya dengan Rezim Zionis Israel dalam pembantaian rakyat Gaza.
Media-media yang berafiliasi ke pemerintah Arab Saudi seperti televisi Alarabiya dan sejumlah televisi lainnya dari “kelompok normalisasi” dan sebagian media-media Amerika dan Eropa mempublikasikan secara besar-besaran pernyataan Raja Abdullah ini, “Satu tetes darah Palestina lebih mahal dari seluruh kekayaan dunia” dan menganalisanya secara menggelikan. Perlu diketahui bahwa pernyataan Raja Abdullah sekalipun disampaikan dengan tujuan mendukung secara lahiriah rakyat Gaza dan menghormati syuhada Gaza, namun berbeda dengan yang disampaikan oleh media-media “kelompok normalisasi”, Raja Arab Saudi dalam pernyataan hari Seninnya ternyata kembali menyatakan dukungannya atas Rezim Zionis Israel dan menjustifikasi kejahatan Israel!

3. Raja Abdullah dalam petikan ucapannya hari Senin itu disebut oleh televisi Alarabiya sebagai sikap transparan dan tegas kepada Israel. Raja Abdullah mengatakan, “Tidak hanya dalam agama Islam, bahkan dalam Taurat juga telah ditegaskan bahwa qisas satu mata dengan satu mata, bukannya seluruh mata rakyat tertindas Palestina harus diqisas atas satu mata!
Perhatikan dengan seksama betapa dalam ucapan Raja Abdullah terpaksa menyatakan sikapnya dengan mengambil sikap aman dan tidak berbahaya di hadapan Israel di tengah-tengah tekanan opini internasional. Raja Abdullah masih tidak ingin membatalkan dukungannya terhadap Israel. Dengan cara menyebut dosa perang berada di pundak Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas). Karena serangan brutal Israel terhadap rakyat tertindas Gaza sebagai bentuk “qisas” yang sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Taurat. Dalam pandangan Raja Abdullah Rezim Zionis Israel adalah pihak yang benar dan Hamas sebagai yang pemicu perang dan dengan demikian agresi Israel dapat dibenarkan!!
Pernyataan Raja Abdullah itu tepat, tidak lebih dan kurang, klaim Rezim Ziois Israel bahwa serangan mereka ke Gaza dan kejahatan brutal mereka terhadap rakyat Gaza dengan alasan bahwa Hamas sebagai pemicu perang adalah benar dan legal!!!
Tentu saja Raja Arab Saudi yang menyebut Hamas sebagai penyebab peperangan tidak ingin kehilangan muka dan mulai menasihati Rezim Zionis Israel. Mengapa kalian dalam meng-qisas, sebagai hak legal kalian, bertindak melampaui batas! Upaya Raja Abdullah untuk menunjukkan bahwa Rezim Zionis Israel tidak bersalah dalam perang ini bertentangan dengan pernyataan Menlu Israel Tzipi Livni bahwa serangan yang dilakukan militer rezim Israel dengan tujuan menghancurkan Hamas sampai ke akar-akarnya.
Dalam satu wawancaranya Livni mengatakan, “Setelah Perang 33 Hari dengan Hizbullah hingga dimulainya Perang Gaza, militer Israel telah melakukan berbagai latihan dan manuver. Militer Israel berhasil menghilangkan kelemahan sebelumnya dan akan memenangkan perang di Gaza dengan cepat. Presiden Rezim Zionis Israel Simon Peres dengan bangga menyatakan kemampuan Ehud Olmert Menteri Peperangan Israel dan Gabi Ashkenazi, Ketua Staf Gabungan Militer Israel sebagai dua jenderal hebat dan berpengalaman kini menjadi panglima perang dalam perang Gaza. Beberapa hari setelah serangan itu, di mana perkiraan Israel bahwa Hamas akan hancur dalam 3 hari tidak terbukti, para pejabat Israel mulai kasak-kusuk untuk memperkenalkan Hamas sebagai pihak yang memulai perang.
4. Raja Abdullah di bagian lagi dari ucapannya, seperti dilansir televisi Alarabiya sebagai pernyataan bersejarah, raja Arab Saudi ini mengatakan, “Israel harus memahami dan mengetahui bahwa kesempatan untuk memilih dua opsi; damai dan perang tidak selalu terbuka dan rencana perdamaian Arab tidak akan selalu ada di meja perundingan.”
Ada dua hal yang perlu dicermati dalam ucapan Raja Abdullah ini:
Pertama, berbeda dengan yang dinginkan secara bersamaan Rezim Zionis Israel dan kepala-kepala negara Arab, penjual diri, dari perdamaian (baca: normalisasi) dengan Israel, rakyat Palestina kini menginginkan pembebasan Palestina dari pendudukan Israel. Dengan dasar ini pernyataan Raja Abdullah mengenai “perang dan damai” tidak saja secara lahiriah bukan ancaman bagi Rezim Zionis Israel, tapi mengingatkan kembali keinginan lama Israel untuk menghentikan Intifada dan Muqawama rakyat Palestina.
Kedua, maksud dari ucapan Raja Abdullah dari “rencana perdamaian Arab-Israel” adalah rencana yang selama ini dikenal dengan nama rencana perdamaian Raja Abdullah yang sebelumnya telah dibahas secara tuntas oleh koran Kayhan sebagai rencana perdamaian yang puluhan kali lebih hina dari Kamp David. Oleh karenanya, Raja Abdullah dalam pernyataan ini memihak Rezim Zionis Israel dan memberikan poin kemenangan buat mereka.
Pernyataan Raja Abdullah mengenai rencana perdamaian Raja Abdullah langsung dikecam oleh muqawama Palestina dan disambut gembira oleh Presiden Amerika waktu itu George W. Bush dan Rezim Zionis Israel.
5. Kepada faksi-faksi Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam sebagai kelompok muqawama dan pemerintah Otorita Palestina yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas yang dikenal sebagai antek Israel, Raja Abdullah dari Arab Saudi mengatakan, “Faksi-faksi Palestina harus tahu bahwa kini friksi di antara mereka lebih berbahaya dari serangan Israel! Di bagian lain dari ucapannya yang disebut bersejarah itu Raja Abdullah menyatakan, “Arab Saudi mengkhususkan bantuan sebesar satu militer dolar untuk merekonstruksi Gaza.” Raja Abdullah menekankan bahwa bantuan ini akan diberikan kepada Mahmoud Abbas, muslim lahiriah dan keturunan Israel.
Nasihat Raja Abdullah ini agar faksi-faksi Palestina menyudahi perselisihannya berarti, kelompok-kelompok Hamas dan Jihad Islam harus meninggalkan prinsip muqawama dan patuh di bawah pimpinan Mahmoud Abbas. Karena Raja Abdullah berkali-kali mengumumkan bahwa Arab Saudi hanya mengenal pemerintahan Otorita Palestina Mahmoud Abbas, si agen Israel. Dengan kata lain, Raja Abdullah dalam pernyataannya ini secara transparan menyebut tujuan yang belum direalisasikan oleh Israel dan Amerika. Yaitu untuk menghapus Hamas dan mengakui resmi Mahmoud Abbas. Ini persis yang diucapkan Simon Peres sebagai tujuan Israel menyerang Gaza.
6. Raja Abdullah dalam pernyataannya di sidang ekonomi kepala-kepala negara Arab di Kuwait mengatakan, “Arab Saudi merasa berkewajiban untuk mengucapkan terima kasih kepada seluruh negara yang telah berusaha menghentikan pertumpahan darah di Jalur Gaza, khususnya Mesir.” Tampaknya Raja Abdullah sudah pikun bahwa selama masa perang Gaza, ia dan Hosni Mobarak, Presiden Mesir berkali-kali menelepon Simon Peres dan Ehud Olmert sebagai dua penjahat perang Israel dan meminta agar militer Israel membombardir rakyat Gaza hingga hancurnya Hamas. Pernyataan yang dikeluarkan oleh Simon Peres dan Olmert anehnya tidak pernah ditolak oleh Mesir dan Arab Saudi. Itulah mengapa hingga hari ke-22 perang Gaza tidak pernah membuka mulut mengecam kejahatan Israel. Mesir bahkan tidak mau membuka jalur penyeberangan Rafah bagi anak-anak dan wanita!
Cucu politik dan akidah Abu Lahab ini memang sudah pikun bahwa kerjasamanya dan Hosni Mobarak dengan Rezim Zionis Israel dalam pembantaian massal rakyat tertindas Gaza tidak akan pernah dilupakan dan pasti mereka akan mendapatkan hukuman atas perbuatan mereka. Sekalipun sangsi ini berat, namun tidak punya efek jera di dunia. Karena orang akan jera akibat sangsi berat setelah mendapat sangsi itu di dunia.
Hussein Shariatmadari: Pimpinan Redaksi Koran Kayhan Iran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar