


Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, memanas. Pada salah satu sesi dialog perdamaian kemarin (30/1), dua pembicara, yakni Presiden Israel Shimon Peres dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, adu mulut di panggung. Kejadian itu disaksikan langsung Sekjen PBB Ban Ki-moon dan Sekjen Liga Arab Amr Mussa serta ratusan hadirin yang memadati ruang pertemuan.
Pemicunya adalah pidato Shimon Peres mengenai konflik Gaza. Saat diberi kesempatan berbicara oleh moderator, Peres menyatakan bahwa Israel terpaksa menyerang Hamas karena mereka menembakkan ribuan roket dan mortir ke Israel. ''Tragedi Gaza bukanlah Israel, tapi Hamas.'' Demikian disampaikan Peres yang juga Peraih Nobel Perdamaian bersama mendiang pemimpin PLO Yasser Arafat pada 1994 itu dengan suara keras yang disambut tepuk tangan hadirin. Kemudian, sambil menunjuk Erdogan, Peres mengatakan bahwa Turki akan berbuat hal yang sama jika Istanbul dihujani roket.
PM Turki yang sejak semula bersungut-sungut melihat Peres berkampanye tentang invasi ke Gaza dalam pidatonya langsung menginterupsi. Erdogan mengkritik hadirin yang terdiri atas pejabat internasional maupun swasta karena mereka memberikan tepuk tangan atas pidato emosional Peres. Erdogan mengingatkan hadirin bahwa Israel berlaku biadab di Gaza dengan membantai lebih dari 1.300 warga Palestina. Dikatakannya, "Saya merasa sangat sedih karena orang-orang tepuk tangan atas ucapan Anda, padahal banyak orang tewas.'' Demikian dilaporkan Situs Jawa Pos. Terkait hal ini, Koran Kompas melaporkan, Erdogan menyebut pemblokadean itu sebagai penjara "terbuka" yang terisolasi dari belahan dunia lain. Erdogan menyampaikan keprihatinannya terhadap operasi militer Israel yang menewaskan sekitar 1.300 warga Palestina, lebih dari separuh di antaranya adalah warga sipil. Ditambahkannya, "Anda mengetahui betul pembantaian terhadap warga Palestina. Saya masih ingat dua mantan perdana menteri di negaramu yang pernah mengaku senang (ekstasi) saat tank-tank Israel berhasil menjejakkan kehadiran di tanah Palestina," Tak menggubris peringatan moderator, yakni wartawan Washington Post David Ignatius, Erdogan terus nyerocos sambil menuding balik Peres dengan mengatakan, Peres berbicara keras hanya untuk menutupi kesalahan-kesalahannya di Gaza. Untuk yang kedua, moderator menegur Erdogan. Saat Erdogan meneruskan pembicaraannya, moderator mengatakan, ''Kita tidak bisa memulai kembali debat ini karena waktunya tidak ada." Merasa moderator tak menghargai protesnya, Erdogan semakin berang. Dia menuding wartawan senior The Post itu tidak adil karena Peres diberi waktu 25 menit untuk berbicara, sedangkan dirinya hanya 12 menit. Sambil bangkit dari kursi, kemudian berjalan meninggalkan panggung, Erdogan mengatakan, "Saya berpikiran tidak akan datang lagi ke Davos setelah kejadian ini karena Anda tidak membolehkan saya berbicara." Sekjen PBB Ban Ki-moon dan PM Israel yang duduk sejajar dengan Erdogan hanya melongo melihat ''kegusaran'' PM Turki itu. Sedangkan upaya Sekjen Liga Arab Amr Mussa yang berdiri dan mencoba menenangkan Erdogan berakhir sia-sia. Erdogan langsung meninggalkan acara dan saat itu juga terbang pulang ke negaranya. " Menurut sejumlah analis, Amr Mousa semustinya mengambil sikap yang sama seperti yang dilakukan Erdogan, yakni walk out dari ruangan tersebut. Bahkan para analis mengatakan, Amr Mousa harus merasa malu, karena Erdogan yang bukan pemimpin Arab, dapat bersikap keras terhadap kekejian Israel di Gaza. Namun sangat disayangkan, Amr Mousa kembali duduk mengikuti acara tersebut hingga akhir. ''Serangan'' PM Turki kepada presiden Israel di sebuah forum internasional cukup mengagetkan. Mengingat, Turki adalah salah satu di antara sebagian kecil negara-negara muslim yang punya hubungan diplomatik dengan Israel. Erdogan selama ini juga memimpin upaya mediasi antara Israel dan Syria beberapa saat menjelang serbuan ke Gaza. Dia berkali-kali mengecam serbuan itu, namun menolak desakan memutus hubungan dengan Israel. Menanggapi kecaman Yahudi, Erdogan mengatakan, 'Saya seorang pemimpin dunia yang mengatakan bahwa anti-Semitisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Saya katakan ini sejak awal menjadi perdana menteri maupun sebelumnya." Beberapa jam setelah walk out dari debat soal Gaza di Davos, rakyat Turki mengelu-elukan PM Recep Tayyip Erdogan saat dia mendarat di Istanbul. Massa begitu bangga atas ketegasan pemimpin mereka dan menyambutnya dengan lambaian bendera Turki dan Palestina di bandara saat Erdogan turun dari pesawat. Saat berpidato di hadapan massa penjemputnya, Erdogan mengatakan bahwa nada dan bahasa Presiden Israel Simon Peres tidak bisa diterima. Dikatakannya, ''Saya hanya tahu saya harus melindungi martabat Turki dan bangsa Turki. Saya bukan kepala suku. Saya perdana menteri Turki. Saya harus melakukan yang harus saya lakukan. " Mendengar pernyataan pemimpin Turki tersebut, rakyat menyambut dengan teriakan, "Kami Bersamamu." Namun saat jumpa pers di kantornya, emosi Erdogan sudah mereda. Demikian dilaporkan sumber-sumber pemberitaan Israel. Bahkan media-media rezim yang berupaya menjustifikasi sikap keras Erdogan dengan melaporkan, Erdogan menyatakan bahwa keputusannya meninggalkan tempat debat bukan akibat ketidaksepahamannya dengan Peres, tapi karena diberi waktu lebih pendek daripada presiden Israel. Tidak lama setelah itu, media-media massa melaporkan, Presiden Peres meminta maaf dan mengatakan, dirinya berharap agar hubungan Israel dengan Turki tidak terganggu akibat perdebatan sengit antara dirinya dan PM Erdogan. Namun pernyataan maaf itu dibantah sendiri oleh Peres. Presiden Israel mengaku tidak pernah minta menelpon Erdogan untuk meminta maaf. Koran Republika melaporkan, saat Erdogan menjadi berita utama berbagai harian di seluruh Eropa dan Timur Tengah, kantor Peres menampik pernyataan para pejabat Turki bahwa Presiden Israel tersebut telah meminta maaf. Rupanya, Presiden Peres tidak jera dengan kebohongannya. Karena setelah itu, Kantor Perdana Menteri Erdogan menyatakan bahwa Simon Peres telah menelepon Erdogan dan meminta maaf. Bahkan, Kantor PM Turki menyatakan, jika Peres tetap bersikeras, Istanbul akan mengungkap dua perdana menteri Israel yang merasa ekstasi saat membantai rakyat sipil Palestina. Terkait hal ini, Kantor Berita Qodsna melaporkan, media-media massa Barat tengah mengupayakan konspirasi untuk menekan Erdogan dengan tujuan langkah yang dilakukan PM Turki tidak ditiru oleh pemimpin-pemimpin lainnya. Seorang analis masalah Turki mengatakan, Israel sejak tiga tahun lalu berusaha melakukan teror terhadap Erdogan sebanyak tiga kali. Namun upaya itu selalu kandas. Terkait hal ini, Koran Kompas melaporkan , Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan beranjak meninggalkan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Kamis (29/1), setelah menyebut Presiden Israel Shimon Peres sebagai "pembunuh." Sebutan itu dikumandangkan oleh Tayyip Erdogan sebagai bentuk keprihatinan terhadap sikap Shimon Peres yang mendukung operasi militer Israel di Gaza. Dari Gaza, Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS), Jumat, memuji sikap berani Erdogan. Jubir Hamas, Fauzi Barhoum dalam satu pernyataannya mengatakan, "Kami menganggap kepergiannya dari ruang itu sebagai ungkapan dukungan bagi korban Holocaust yang dilakukan oleh Zionis." Dilaporkan pula, warga Gaza menyambut baik sikap Edogan dengan membawa bendera-bendera Turki. Kita berharap Presiden SBY mempunyai sikap yang sama seperti Erdogan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar