Selasa, 03 Februari 2009

Menyoroti Hubungan Turki-Rezim Zionis

Koran Bugun cetakan Turki dalam analisisnya mengutip pernyatan ketua Lembaga Riset Strategis Internasional Turki melaporkan manuver Rezim Zionis Israel untuk menggulingkan pemerintahan PM Turki Recep Tayyip Erdogan. Dalam laporan tersebut, selain membeberkan kekhawatiran intervensi rezim Zionis terhadap urusan dalam negeri Turki, juga mengingatkan agar Erdogan dan pemerintahannya memperkuat front internal dan menumpas jaringan teroris Argeneh Kan yang berencana mengkudeta pemerintah dan meneror Erdogan. Terlebih, tangan zionis terbukti mendukung milisi teroris ini.

Laporan lembaga riset Turki tersebut terbit di saat rezim Zionis secara terang-terangan melakukan sejumlah taktik mengancam pemerintah Turki. Terkait hal ini, sebagaimana dilaporkan AFP, seorang pejabat tinggi rezim Zionis baru-baru ini menyatakan bahwa pemerintah Ankara di bawah pimpinan Erdogan pasti tidak akan bisa menjadi mediator dalam ketegangan antara Israel-Arab dan Israel tidak lagi menerima Erdogan sebagai mediatornya. Meskipun akurasi berita ini belum sepenuhnya terbukti, namun sejumlah analis politik berkeyakinan pasca adu mulut antara Presiden Israel Shimon Peres dan PM Turki, Erdogan, Israel menempuh cara-cara konspiratif tersebut.

Sementara itu, salah seorang pejabat tinggi Tel Aviv mengatakan segala bentuk ketidakrelaan Israel terhadap Erdogan tidak boleh diperluas ke Turki. Bagaimanapun, kerjasama dengan Ankara sangat bernilai bagi Israel. Demikian pula salah seorang pejabat tinggi Israel lainnya mengatakan, menyusul statemen PM Turki di Davos, Tel Aviv kemungkinan akan membatalkan penjualan senjata ke Turki. Namun tampaknya, dari beragam tipe manusia dan parpol yang mendukung dan menentang pemerintah negara ini merasa bangga terhadap sikap Erdogan di Davos. Bahkan rival terkeras Erdogan, pemimpin partai Republik Rakyat Turki (RPP) Daniz Baykal berada dalam pengaruh opini publik negaranya dan menyebut reaksi Erdogan di Davos sebagai sikap normal terhadap ketidakadilan. Karena opini publik di Turki mendesak revisi kontrak militer antara pemerintah Ankara dengan rezim Zionis Israel. Bahkan lebih luas dari itu, pemutusan hubungan bilateral dengan rezim ini.

Meskipun sebagian politisi di Turki pada prinsipnya menilai serangan brutal rezim Zionis Israel terhadap bangsa tertindas Palestina di Jalur Gaza mengabaikan peran Turki sebagai mediator dalam penyelesaian ketegangan anatara Israel dan Palestina. Maka, perang 22 hari sebagai bentuk mengakhiri periode mediasi Turki dalam menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina.

Para pengamat politik bersepakat bahwa para pejabat rezim Zionis Israel mengkhawatirkan hilangnya Turki sebagai sekutu strategisnya di kawasan dan kian terkucilnya rezim ini secara politik dan ekonomi di Timur tengah dari pada mengkhawatirkan posisi Turki di kawasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar